Rabu, 23 November 2011

PP 29/2000 tentang Penyelenggara Jasa Konstruksi


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 2000
TENTANG
PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan nasional sehingga
penyelenggaraannya perlu diatur untuk mewujudkan tertib pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi, hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas, dan peningkatan peran masyarakat;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a dan untuk melaksanakan Undang-undang
Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi;

Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3817);
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3833);
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839).

MEMUTUSKAN :
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Pelelangan umum adalah pelelangan yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas
melalui media massa, sekurang-kurangnya 1 (satu) media cetak dan papan pengumuman resmi untuk
umum sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat
mengikutinya.
2. Pelelangan terbatas adalah pelelangan untuk pekerjaan tertentu yang diikuti oleh penyedia jasa yang
dinyatakan telah lulus prakualifikasi dan jumlahnya diyakini terbatas dengan pengumuman secara luas
melalui media massa, sekurang-kurangnya 1 (satu) media cetak dan papan pengumuman resmi untuk
umum sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat
mengikutinya.
3. Pemilihan langsung adalah pengadaan jasa konstruksi tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan
terbatas, yang dilakukan dengan membandingkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) penawar dari penyedia
jasa dan dapat dilakukan negosiasi, baik dari segi teknis maupun harga, sehingga diperoleh harga yang
wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.
4. Penunjukan langsung adalah pengadaan jasa konstruksi yang dilakukan tanpa melalui pelelangan
umum, pelelangan terbatas, atau pemilihan langsung yang dilakukan hanya terhadap 1 (satu) penyedia
jasa dengan cara melakukan negosiasi baik dari segi teknis maupun harga sehingga diperoleh harga
yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.
5. Lembaga adalah organisasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999
tentang Jasa Konstruksi, yang bertujuan untuk mengembangkan kegiatan jasa konstruksi nasional.
6. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang konstruksi.
Pasal 2
Lingkup pengaturan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi pemilihan penyedia jasa, kontrak kerja
konstruksi, penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, kegagalan bangunan, penyelesaian sengketa, larangan
persekongkolan, dan sanksi administratif.
BAB II
PEMILIHAN PENYEDIA JASA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 3
(1) Pemilihan penyedia jasa yang meliputi perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas
konstruksi oleh pengguna jasa dapat dilakukan dengan cara pelelangan umum, pelelangan terbatas,
pemilihan langsung, atau penunjukan langsung.
(2) Dalam pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
pengguna jasa dapat melakukan prakualifikasi dan pasca kualifikasi.
(3) Dalam pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan terbatas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
pengguna jasa wajib melakukan prakualifikasi.
(4) Perusahaan nasional yang mengadakan kerja sama dengan perusahaan nasional lainnya dan atau
perusahaan asing dapat mengikuti prakualifikasi dan dinilai sebagai perusahaan gabungan.
(5) Dalam pelelangan umum, pelelangan terbatas, atau pemilihan langsung penyedia jasa, pengguna jasa
harus mengikutsertakan sekurang-kurangnya 1 (satu) perusahaan nasional.
(6) Dalam pemilihan perencana konstruksi dan pengawas konstruksi dapat disyaratkan adanya kewajiban :
a. jaminan penawaran dan jaminan pelaksanaan pekerjaan perencanaan untuk perencana konstruksi;
atau
b. jaminan penawaran untuk pengawas konstruksi, apabila hal tersebut disepakati oleh pengguna jasa
dan penyedia jasa yang mengikuti pemilihan.
Bagian Kedua
Perencana Konstruksi dan Pengawas Konstruksi
Pasal 4
(1) Pemilihan perencana konstruksi dan atau pengawas konstruksi oleh pengguna jasa dengan cara
pelelangan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), berlaku untuk semua pekerjaan
perencanaan dan pengawasan konstruksi.
(2) Pemilihan perencana konstruksi dan pengawas konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan syarat :
a. diumumkan secara luas melalui media massa sekurang-kurangnya 1 (satu) media cetak dan papan
pengumuman resmi untuk umum;
b. peserta yang berbentuk badan usaha atau usaha orang perseorangan harus sudah diregistrasi pada
Lembaga; dan
c. tenaga ahli dan tenaga terampil yang dipekerjakan oleh badan usaha atau usaha orang
perseorangan harus bersertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga.
(3) Tata cara pemilihan perencana konstruksi dan pengawas konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) terdiri dari :
a. pengumuman;
b. pendaftaran untuk mengikuti pelelangan;
c. penjelasan;
d. pemasukan penawaran;
e. evaluasi penawaran;
f. penetapan calon pemenang dilakukan berdasarkan penilaian kualitas dan atau gabungan kualitas
dan harga dan atau harga tetap dan atau harga terendah;
g. pengumuman calon pemenang;
h. masa sanggah; dan
i. penetapan pemenang.
(4) Pemilihan cara evaluasi penawaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf e ditetapkan oleh
pengguna jasa.
Pasal 5
(1) Pemilihan perencana konstruksi untuk mendapatkan gagasan arsitektural terbaik dan perencana
konstruksi untuk perencanaan sistem dapat dilakukan melalui sayembara terbuka atau terbatas.
(2) Lembaga merumuskan dan menerbitkan model dokumen termasuk tata cara mengenai sayembara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagai acuan bagi pengguna jasa.
Pasal 6
(1) Pemilihan perencana konstruksi dan pengawas konstruksi dengan cara pelelangan terbatas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), dilakukan untuk pekerjaan yang :
a. mempunyai risiko tinggi; dan atau
b. mempunyai teknologi tinggi.
(2) Pemilihan perencana konstruksi dan pengawas konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan syarat :
a. diumumkan secara luas melalui media massa, sekurang-kurangnya 1 (satu) media cetak dan papan
pengumuman resmi untuk umum;
b. jumlah penyedia jasa yang tersedia terbatas;
c. melalui proses prakualifikasi untuk menetapkan daftar pendek peserta pelelangan;
d. peserta yang berbentuk badan usaha atau usaha orang perseorangan harus sudah diregistrasi pada
Lembaga;
e. tenaga ahli dan tenaga terampil yang dipekerjakan oleh badan usaha atau usaha orang
perseorangan harus bersertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga; dan
f. kriteria penetapan daftar pendek sebagaimana dimaksud butir c meliputi :
1) pengalaman perusahaan untuk pekerjaan sejenis; dan
2) kualifikasi tenaga ahli yang dimiliki.
(3) Tata cara pemilihan perencana konstruksi dan pengawas konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) terdiri dari :
a. pengumuman prakualifikasi;
b. pemasukan dokumen prakualifikasi;
c. evaluasi prakualifikasi dan menetapkan daftar pendek;
d. undangan para peserta yang termasuk dalam daftar pendek;
e. penjelasan;
f. pemasukan penawaran;
g. evaluasi penawaran;
h. penetapan calon pemenang dilakukan berdasarkan penilaian kualitas dan atau gabungan kualitas
dan harga dan atau harga tetap dan atau harga terendah;
i. pengumuman calon pemenang;
j. masa sanggah; dan
k. penetapan pemenang.
(4) Pemilihan cara evaluasi penawaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf g ditetapkan oleh
pengguna jasa.
Pasal 7
(1) Pemilihan perencana konstruksi dan pengawas konstruksi dengan cara pemilihan langsung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 hanya berlaku untuk keadaan tertentu, yaitu :
a. penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat yang masih memungkinkan
untuk mengadakan pemilihan langsung;
b. pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan oleh penyedia jasa yang sangat terbatas
jumlahnya, dengan ketentuan pekerjaan hanya dapat dilakukan dengan teknologi baru dan
penyedia jasa yang mampu mengaplikasikannya sangat terbatas;
c. pekerjaan yang perlu dirahasiakan, yang menyangkut keamanan dan keselamatan Negara yang
ditetapkan oleh Presiden; dan atau
d. pekerjaan yang berskala kecil dengan ketentuan :
1) untuk kepentingan pelayanan umum;
2) mempunyai risiko kecil;
3) menggunakan teknologi sederhana; dan atau
4) dilaksanakan penyedia jasa usaha orang perseorangan dan badan usaha kecil.
(2) Pemilihan perencana konstruksi dan pengawas konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan syarat :
a. mengundang sekurang-kurangnya 3 (tiga) penawar;
b. memilih dari beberapa penawar;
c. peserta yang berbentuk badan usaha atau usaha orang perseorangan harus sudah diregistrasi pada
Lembaga; dan
d. tenaga terampil dan ahli yang dipekerjakan oleh badan usaha atau usaha orang perseorangan harus
bersertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga.
(3) Tata cara pemilihan langsung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari :
a. undangan;
b. penjelasan;
c. pemasukan penawaran;
d. evaluasi penawaran dilakukan berdasarkan penilaian kualitas dan atau gabungan kualitas dan
harga dan atau harga tetap dan atau harga terendah;
e. klarifikasi dan negosiasi setelah ditentukan peringkatnya; dan
f. penetapan pemenang.
(4) Pemilihan cara evaluasi penawaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf d ditetapkan oleh
pengguna jasa.
Pasal 8
(1) Pemilihan perencana konstruksi dan pengawas konstruksi dengan cara penunjukan langsung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 berlaku untuk :
a. keadaan tertentu, yaitu :
1) penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat yang pelaksanaan
pekerjaannya tidak dapat ditunda atau harus dilakukan dengan segera;
2) pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan oleh penyedia jasa yang sangat
terbatas jumlahnya dengan ketentuan pekerjaan hanya dapat dikerjakan dengan teknologi baru
dan penyedia jasa yang mampu mengaplikasikannya hanya satu-satunya;
3) pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut keamanan dan keselamatan Negara yang
ditetapkan oleh Presiden;
4) pekerjaan yang berskala kecil dengan ketentuan :
a) untuk keperluan sendiri/pribadi;
b) mempunyai risiko kecil;
c) menggunakan teknologi sederhana; dan atau
d) dilaksanakan oleh penyedia jasa usaha orang perseorangan dan badan usaha kecil;
dan atau
5) pekerjaan lanjutan yang secara teknis merupakan kesatuan konstruksi yang sifat
pertanggungannya terhadap kegagalan bangunan tidak dapat dipecah-pecah dari pekerjaan
yang sudah dilaksanakan sebelumnya; atau
b. pekerjaan yang hanya dilakukan oleh pemegang hak cipta atau pihak lain yang telah mendapat
lisensi.
(2) Pemilihan perencana konstruksi dan pengawas konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan syarat :
a. penyedia jasa yang berbentuk badan usaha harus sudah diregistrasi pada Lembaga;
b. tenaga ahli dan tenaga terampil yang dipekerjakan oleh badan usaha atau usaha orang
perseorangan harus bersertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga; atau
c. penyedia jasa yang bersangkutan merupakan pemegang hak cipta atau pihak lain yang telah
mendapat lisensi.
(3) Tata cara pemilihan perencana konstruksi dan pengawas konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) terdiri dari :
a. undangan;
b. penjelasan;
c. pemasukan penawaran;
d. negosiasi; dan
e. penetapan pemenang.
Bagian Ketiga
Pelaksana Konstruksi
Pasal 9
(1) Pemilihan pelaksana konstruksi dengan cara pelelangan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
berlaku untuk semua pekerjaan pelaksanaan konstruksi.
(2) Pemilihan pelaksana konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan syarat :
a. diumumkan secara luas melalui media massa, sekurang-kurangnya 1 (satu) media cetak dan papan
pengumuman;
b. dilakukan penilaian kualifikasi baik prakualifikasi maupun pasca kualifikasi;
c. peserta yang berbentuk badan usaha harus sudah diregistrasi pada Lembaga; dan
d. tenaga ahli dan tenaga terampil yang dipekerjakan oleh badan usaha atau usaha orang
perseorangan harus bersertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga.
(3) Tata cara pelelangan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tediri dari :
a. pengumuman;
b. pendaftaran untuk mengikuti pelelangan;
c. penjelasan;
d. pemasukan penawaran;
e. evaluasi penawaran;
f. penetapan calon pemenang berdasarkan harga terendah terevaluasi diantara penawaran yang telah
memenuhi persyaratan administrasi dan teknis serta tanggap terhadap dokumen pelelangan;
g. pengumuman calon pemenang;
h. masa sanggah; dan
i. penetapan pemenang.
Pasal 10
(1) Pemilihan pelaksana konstruksi dengan cara pelelangan terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
berlaku untuk pekerjaan dengan ketentuan :
a. mempunyai risiko tinggi; dan
b. menggunakan teknologi tinggi.
(2) Pemilihan pelaksana konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan syarat :
a. diumumkan melalui media massa sekurang-kurangnya 1 (satu) media cetak dan papan
pengumuman resmi;
b. jumlah penyedia jasa terbatas;
c. melalui proses prakualifikasi;
d. peserta pelelangan yang berbentuk badan usaha harus sudah diregistrasi pada Lembaga; dan
e. tenaga ahli dan tenaga terampil yang dipekerjakan oleh badan usaha atau usaha orang
perseorangan harus bersertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga.
(3) Tata cara pelelangan terbatas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas:
a. pengumuman untuk prakualifikasi;
b. pemasukan dokumen prakualifikasi;
c. evaluasi prakualifikasi;
d. undangan berdasarkan hasil prakualifikasi;
e. penjelasan;
f. pemasukan penawaran;
g. evaluasi penawaran;
h. penetapan calon pemenang berdasarkan harga terendah terevaluasi diantara penawaran yang telah
memenuhi persyaratan administrasi dan teknis serta tanggap terhadap dokumen pelelangan;
i. pengumuman calon pemenang;
j. masa sanggah; dan
k. penetapan pemenang.
Pasal 11
(1) Pemilihan pelaksana konstruksi dengan cara pemilihan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
berlaku untuk keadaan tertentu, yaitu :
a. penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat yang masih memungkinkan
untuk mengadakan proses pemilihan langsung;
b. pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan teknologi baru dan penyedia jasa
yang mampu mengaplikasikannya sangat terbatas;
c. pekerjaan yang perlu dirahasiakan, yang menyangkut keamanan dan keselamatan Negara yang
ditetapkan oleh Presiden; dan atau
d. pekerjaan yang berskala kecil dengan ketentuan :
1) untuk kepentingan pelayanan umum;
2) mempunyai risiko kecil;
3) menggunakan teknologi sederhana; dan atau
4) dilaksanakan oleh penyedia jasa usaha orang perseorangan atau badan usaha kecil.
(2) Pemilihan pelaksana konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan syarat :
a. diundang sekurang-kurangnya 3 (tiga) penawar;
b. pemasukan dan pembukaan dokumen penawaran tidak perlu pada waktu yang bersamaan;
c. peserta yang berbentuk badan usaha harus sudah diregistrasi pada Lembaga; dan
d. tenaga ahli dan tenaga terampil yang dipekerjakan oleh badan usaha atau usaha orang
perseorangan harus bersertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga.
(3) Tata cara pemilihan pelaksana konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari :
a. undangan;
b. penjelasan;
c. pemasukan penawaran;
d. evaluasi penawaran;
e. dapat dilakukan negosiasi setelah ditentukan peringkatnya; dan
f. penetapan pemenang.
Pasal 12
(1) Penunjukan langsung pelaksana konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 berlaku untuk :
a. keadaan tertentu, yaitu :
1) penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat yang pelaksanaan
pekerjaannya tidak dapat ditunda/harus dilakukan segera;
2) pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan penggunaan teknologi baru
dan penyedia jasa yang mampu mengaplikasikannya hanya satu-satunya;
3) pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut keamanan dan keselamatan Negara yang
ditetapkan oleh Presiden;
4) pekerjaan yang berskala kecil dengan ketentuan :
a) untuk keperluan sendiri;
b) mempunyai risiko kecil;
c) menggunakan teknologi sederhana; dan atau
d) dilaksanakan oleh penyedia jasa usaha orang perseorangan dan badan usaha kecil,
dan atau
5) pekerjaan lanjutan yang secara teknis merupakan kesatuan konstruksi yang sifat
pertanggungannya terhadap kegagalan bangunan tidak dapat dipecah-pecah dari pekerjaan
yang sudah dilaksanakan sebelumnya; atau
b. pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak paten atau pihak lain yang telah
mendapat izin.
(2) Penunjukan langsung pelaksana konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan
syarat :
a. peserta yang berbentuk badan usaha atau usaha orang perseorangan harus sudah diregistrasi pada
Lembaga;
b. tenaga ahli dan atau tenaga terampil yang dipekerjakan oleh badan usaha dan usaha orang
perseorangan harus bersertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga; dan
c. penyedia jasa yang bersangkutan merupakan pemegang hak paten atau pihak lain yang telah
mendapat lisensi.
(3) Tata cara penunjukan langsung pelaksana konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri
dari:
a. undangan;
b. penjelasan;
c. pemasukan penawaran;
d. negosiasi; dan
e. penetapan penyedia jasa.
Pasal 13
(1) Pemilihan penyedia jasa terintegrasi dilakukan mengikuti tata cara pemilihan pelaksana konstruksi
dengan cara pelelangan terbatas.
(2) Pekerjaan yang dapat dilakukan dengan layanan jasa konstruksi secara terintegrasi adalah pekerjaan
yang :
a. bersifat kompleks;
b. memerlukan teknologi tinggi;
c. mempunyai risiko tinggi; dan
d. memiliki biaya besar.
(3) Pemilihan penyedia jasa terintegrasi dilakukan dengan syarat :
a. diumumkan secara luas melalui media massa, sekurang-kurangnya 1 (satu) media cetak dan papan
pengumuman resmi untuk umum;
b. jumlah penyedia jasa terbatas; dan
c. melalui proses prakualifikasi.
(4) Tata cara pemilihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari :
a. pengumuman prakualifikasi;
b. pemasukan dokumen prakualifikasi;
c. evaluasi prakualifikasi;
d. undangan berdasarkan hasil prakualifikasi;
e. penjelasan;
f. pemasukan penawaran;
g. evaluasi penawaran;
h. penetapan calon pemenang berdasarkan harga terendah terevaluasi diantara penawaran yang telah
memenuhi persyaratan administrasi dan teknis serta tanggap terhadap dokumen pelelangan;
i. pengumuman calon pemenang;
j. masa sanggah; dan
k. penetapan pemenang.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan syarat-syarat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dan pekerjaan yang dapat dilakukan secara terintegrasi
ditentukan oleh Menteri.
Pasal 14
(1) Lembaga merumuskan dan menerbitkan model dokumen untuk pemilihan penyedia jasa sebagai acuan
bagi pengguna jasa dalam melaksanakan pemilihan penyedia jasa konstruksi.
(2) Pedoman tentang tata cara pelelangan umum dan tata cara evaluasi ditetapkan oleh Lembaga.
(3) Petunjuk pelaksanaan pemilihan penyedia jasa dalam rangka pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang
pembiayaannya dibebankan pada anggaran Negara yang meliputi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun dana bantuan luar negeri, ditetapkan
dengan Keputusan Presiden, dengan tetap berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Bagian Keempat
Kewajiban dan Hak Pengguna Jasa
Pasal 15
Pengguna jasa dalam pemilihan penyedia jasa berkewajiban untuk :
a. mengumumkan secara luas melalui media massa dan papan pengumuman setiap pekerjaan yang
ditawarkan dengan cara pelelangan umum atau pelelangan terbatas;
b. menerbitkan dokumen pelelangan umum, pelelangan terbatas, dan pemilihan langsung secara lengkap,
jelas, dan benar serta dapat dipahami, yang memuat :
1) petunjuk bagi penawaran;
2) tata cara pelelangan dan atau pemilihan mencakup prosedur, persyaratan, dan kewenangan;
3) persyaratan kontrak mencakup syarat umum dan syarat khusus; dan
4) ketentuan evaluasi;
c. mengundang semua penyedia jasa yang lulus prakualifikasi untuk memasukkan penawaran;
d. menerbitkan dokumen penunjukan langsung secara lengkap, jelas, dan benar serta dapat dipahami yang
memuat :
1) tata cara penunjukan langsung mencakup prosedur, persyaratan, dan kewenangan; dan
2) syarat-syarat kontrak mencakup syarat umum dan syarat khusus;
e. memberikan penjelasan tentang pekerjaan termasuk mengadakan peninjauan lapangan apabila
diperlukan;
f. memberikan tanggapan terhadap sanggahan dari penyedia jasa;
g. menetapkan penyedia jasa dalam batas waktu yang ditentukan dalam dokumen lelang;
h. mengembalikan jaminan penawaran bagi penyedia jasa yang kalah, sedangkan bagi penyedia jasa yang
menang mengikuti ketentuan yang diatur dalam dokumen pelelangan;
i. menunjukkan bukti kemampuan membayar;
j. menandatangani kontrak kerja konstruksi dalam batas waktu yang ditentukan dalam dokumen lelang;
k. mengganti biaya yang dikeluarkan oleh penyedia jasa untuk penyiapan pelelangan apabila pengguna
jasa membatalkan pemilihan penyedia jasa; dan
l. memberikan penjelasan tentang risiko pekerjaan termasuk kondisi dan bahaya yang dapat timbul dalam
pekerjaan konstruksi dan mengadakan peninjauan lapangan apabila diperlukan.
Pasal 16
Pengguna jasa dalam pemilihan penyedia jasa berhak untuk :
a. memungut biaya penggandaan dokumen pelelangan umum dan pelelangan terbatas dari penyedia jasa;
b. mencairkan jaminan penawaran dan selanjutnya memiliki uangnya dalam hal penyedia jasa tidak
memenuhi ketentuan pelelangan; dan
c. menolak seluruh penawaran apabila dipandang seluruh penawaran tidak menghasilkan kompetisi yang
efektif atau seluruh penawaran tidak cukup tanggap terhadap dokumen pelelangan.
Bagian Kelima
Kewajiban dan Hak Penyedia Jasa
Pasal 17
Penyedia jasa dalam pemilihan penyedia jasa berkewajiban untuk :
a. menyusun dokumen penawaran yang memuat rencana dan metode kerja, rencana usulan biaya, tenaga
terampil dan tenaga ahli, rencana dan anggaran keselamatan dan kesehatan kerja, dan peralatan;
b. menyerahkan jaminan penawaran; dan
c. menandatangani kontrak kerja konstruksi dalam batas waktu yang ditentukan dalam dokumen lelang.
Pasal 18
Penyedia jasa dalam pemilihan penyedia jasa berhak untuk :
a. memperoleh penjelasan pekerjaan;
b. melakukan peninjauan lapangan apabila diperlukan;
c. mengajukan sanggahan terhadap pengumuman hasil lelang;
d. menarik jaminan penawaran bagi penyedia jasa yang kalah; dan
e. mendapat ganti rugi apabila terjadi pembatalan pemilihan jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan
dokumen lelang.
Bagian Keenam
Penetapan Penyedia Jasa
Pasal 19
(1) Pengguna jasa atau wakil yang diberi wewenang, menetapkan secara tertulis penyedia jasa sebagai
pemenang dalam pemilihan penyedia jasa.
(2) Penetapan perencana konstruksi dan pengawas konstruksi didasarkan pada pemilihan kualitas dan atau
gabungan kualitas dan harga dan atau kualitas dengan harga tetap dan atau harga terendah.
(3) Penetapan pelaksana konstruksi didasarkan pada harga terendah terevaluasi di antara penawaran yang
telah memenuhi persyaratan serta tanggap terhadap dokumen pelelangan.
(4) Penetapan penyedia jasa dalam penunjukan langsung didasarkan pada hasil negosiasi antara pengguna
jasa dan penyedia jasa.
BAB III
KONTRAK KERJA KONSTRUKSI
Pasal 20
(1) Kontrak kerja konstruksi pada dasarnya dibuat secara terpisah sesuai tahapan dalam pekerjaan
konstuksi yang terdiri dari kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, kontrak kerja
konstruksi untuk pekerjaan pelaksanaan, dan kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan pengawasan.
(2) Dalam hal pekerjaan terintegrasi, kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
dituangkan dalam 1 (satu) kontrak kerja konstruksi.
(3) Kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibedakan berdasarkan :
a. Bentuk imbalan yang terdiri dari :
1) Lump Sum;
2) harga satuan;
3) biaya tambah imbalan jasa;
4) gabungan Lump Sum dan harga satuan; atau
5) Aliansi.
b. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang terdiri dari :
1) tahun tunggal; atau
2) tahun jamak.
c. Cara pembayaran hasil pekerjaan :
1) sesuai kemajuan pekerjaan; atau
2) secara berkala.
Pasal 21
(1) Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan Lump Sum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (3) huruf a angka 1 merupakan kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka
waktu tertentu dengan jumlah harga yang pasti dan tetap serta semua risiko yang mungkin terjadi
dalam proses penyelesaian pekerjaan yang sepenuhnya ditanggung oleh penyedia jasa sepanjang
gambar dan spesifikasi tidak berubah.
(2) Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan Harga Satuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (3) huruf a angka 2 merupakan kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka
waktu tertentu berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur pekerjaan
dengan spesifikasi teknis tertentu, yang volume pekerjaannya didasarkan pada hasil pengukuran
bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilaksanakan oleh penyedia jasa.
(3) Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan Biaya Tambah Imbalan Jasa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a angka 3 merupakan kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan
dalam jangka waktu tertentu, dimana jenis-jenis pekerjaan dan volumenya belum diketahui dengan
pasti, sedangkan pembayarannya dilakukan berdasarkan pengeluaran biaya yang meliputi pembelian
bahan, sewa peralatan, upah pekerja dan lain-lain, ditambah imbalan jasa yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak.
(4) Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan Gabungan Lump Sum dan Harga Satuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a angka 4 merupakan gabungan Lump Sum dan atau harga
satuan dan atau tambah imbalan jasa dalam 1 (satu) pekerjaan yang diperjanjikan sejauh yang
disepakati para pihak dalam kontrak kerja konstruksi.
(5) Kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan Aliansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(3) huruf a angka 4 merupakan kontrak pengadaan jasa dimana suatu harga kontrak referensi
ditetapkan lingkup dan volume pekerjaan yang belum diketahui ataupun diperinci secara pasti
sedangkan pembayarannya dilakukan secara biaya tambah imbal jasa dengan suatu pembagian tertentu
yang disepakati bersama atas penghematan ataupun biaya lebih yang timbul dari perbedaan biaya
sebenarnya dan harga kontrak referensi.
Pasal 22
Kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) sekurang-kurangnya harus
memuat dokumen yang meliputi :
a. surat perjanjian yang ditandatangani pengguna jasa dan penyedia jasa yang memuat antara lain :
1) uraian para pihak;
2) konsiderasi;
3) lingkup pekerjaan;
4) hal-hal pokok seperti nilai kontrak, jangka waktu pelaksanaan; dan
5) daftar dokumen-dokumen yang mengikat beserta urutan keberlakuannya;
b. dokumen lelang, yaitu dokumen yang disusun oleh pengguna jasa yang merupakan dasar bagi penyedia
jasa untuk menyusun usulan atau penawaran untuk pelaksanaan tugas yang berisi lingkup tugas dan
persyaratannya (umum dan khusus, teknis dan administratif, kondisi kontrak);
c. usulan atau penawaran, yaitu dokumen yang disusun oleh penyedia jasa berdasarkan dokumen lelang
yang berisi metode, harga penawaran, jadwal waktu, dan sumber daya;
d. berita acara berisi kesepakatan yang terjadi antara pengguna jasa dan penyedia jasa selama proses
evaluasi usulan atau penawaran oleh pengguna jasa antara lain klarifikasi atas hal-hal yang
menimbulkan keragu-raguan;
e. surat pernyataan dari pengguna jasa menyatakan menerima atau menyetujui usulan atau penawaran
dari penyedia jasa; dan
f. surat pernyataan dari penyedia jasa yang menyatakan kesanggupan untuk melaksanakan pekerjaan.
Pasal 23
(1) Kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) sekurang-kurangnya harus
memuat uraian mengenai :
a. Para pihak yang meliputi :
1) akta badan usaha atau usaha orang perseorangan;
2) nama wakil/kuasa badan usaha sesuai kewenangan pada akta badan usaha atau sertifikat
keahlian kerja dan sertifikat keterampilan kerja bagi usaha orang perseorangan; dan
3) tempat kedudukan dan alamat badan usaha atau usaha orang perseorangan;
b. Rumusan pekerjaan yang meliputi :
1) pokok-pokok pekerjaan yang diperjanjikan;
2) volume atau besaran pekerjaan yang harus dilaksanakan;
3) nilai pekerjaan dan ketentuan mengenai penyesuaian nilai pekerjaan akibat fluktuasi harga
untuk kontrak kerja konstruksi bertahun jamak;
4) tata cara penilaian hasil pekerjaan dan pembayaran; dan
5) jangka waktu pelaksanaan;
c. Pertanggungan dalam kontrak kerja konstruksi meliputi :
1) jenis pertanggungan yang menjadi kewajiban penyedia jasa yang berkaitan dengan
pembayaran uang muka, pelaksanaan pekerjaan, hasil pekerjaan, tenaga kerja, tuntutan pihak
ketiga dan kegagalan bangunan;
2) pertanggungan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) memuat :
a) nilai jaminan;
b) jangka waktu pertanggungan;
c) prosedur pencairan; dan
d) hak dan kewajiban masing-masing pihak; dan
3) Dalam hal penyedia jasa tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan kontrak kerja konstruksi,
pengguna jasa dapat mencairkan dan selanjutnya menggunakan jaminan dari penyedia jasa
sebagai kompensasi pemenuhan kewajiban penyedia jasa;
d. Tenaga ahli yang meliputi :
1) persyaratan klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli;
2) prosedur penerimaan dan atau pemberhentian tenaga ahli yang dipekerjakan; dan
3) jumlah tenaga ahli sesuai dengan jenis pekerjaan;
e. Hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak kerja konstruksi meliputi :
1) hak dan kewajiban pengguna jasa; dan
2) hak dan kewajiban penyedia jasa;
f. Cara pembayaran memuat :
1) volume/besaran fisik;
2) cara pembayaran hasil pekerjaan;
3) jangka waktu pembayaran;
4) denda keterlambatan pembayaran; dan
5) jaminan pembayaran;
g. Ketentuan mengenai cidera janji yang meliputi :
1) bentuk cidera janji :
a) oleh penyedia jasa yang meliputi :
- tidak menyelesaikan tugas;
- tidak memenuhi mutu;
- tidak memenuhi kuantitas; dan
- tidak menyerahkan hasil pekerjaan; dan
b) oleh pengguna jasa yang meliputi :
- terlambat membayar;
- tidak membayar; dan
- terlambat menyerahkan sarana pelaksanaan pekerjaan; dan
2) Dalam hal terjadi cidera janji yang dilakukan oleh penyedia jasa atau pengguna jasa, pihak
yang dirugikan berhak untuk memperoleh kompensasi, penggantian biaya dan atau
perpanjangan waktu, perbaikan atau pelaksanaan ulang hasil pekerjaan yang tidak sesuai
dengan yang diperjanjikan atau pemberian ganti rugi;
h. Penyelesaian perselisihan memuat :
1) penyelesaian di luar pengadilan melalui alternatif penyelesaian sengketa, atau arbitrase; dan
2) penyelesaian melalui pengadilan sesuai dengan Hukum Acara Perdata yang berlaku;
i. Ketentuan pemutusan kontrak kerja konstruksi memuat :
1) bentuk pemutusan yang meliputi pemutusan yang disepakati para pihak atau pemutusan
secara sepihak; dan
2) hak dan kewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa sebagai konsekuensi dari pemutusan
kontrak kerja konstruksi;
j. Keadaan memaksa mencakup kesepakatan mengenai :
1) risiko khusus;
2) macam keadaan memaksa lainnya; dan
3) hak dan kewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa pada keadaan memaksa;
k. Kewajiban para pihak dalam kegagalan bangunan meliputi :
1) jangka waktu pertanggungjawaban kegagalan bangunan; dan
2) bentuk tanggung jawab terhadap kegagalan bangunan;
l. Perlindungan pekerja memuat :
1) kewajiban terhadap pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
2) bentuk tanggung jawab dalam perlindungan pekerja; dan
m. Aspek lingkungan memuat :
1) kewajiban terhadap pemenuhan ketentuan undang-undang yang berlaku; dan
2) bentuk tanggung jawab mengenai gangguan terhadap lingkungan dan manusia.
(2) Kontrak kerja konstruksi harus memuat ketentuan tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual yang
mencakup :
a. kepemilikan hasil perencanaan, berdasarkan kesepakatan; dan
b. pemenuhan kewajiban terhadap hak cipta atas hasil perencanaan yang telah dimiliki oleh
pemegang hak cipta dan hak paten yang telah dimiliki oleh pemegang hak paten sesuai undangundang
tentang hak cipta dan undang-undang tentang hak paten.
(3) Kontrak kerja konstruksi dapat memuat ketentuan tentang insentif yang mencakup persyaratan
pemberian insentif, dan bentuk insentif.
(4) Kontrak kerja konstruksi dapat memuat ketentuan tentang sub penyedia jasa dan atau pemasok bahan
dan atau komponen bangunan dan atau peralatan mengenai hal-hal :
a. pengusulan oleh penyedia jasa dan pemberian izin oleh pengguna jasa untuk sub penyedia
jasa/pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan;
b. tanggung jawab penyedia jasa dalam kaitan penggunaan sub penyedia jasa/pemasok terhadap
pemenuhan ketentuan kontrak kerja konstruksi; dan
c. hak intervensi pengguna jasa dalam hal :
1) pembayaran dari penyedia jasa kepada sub penyedia jasa/pemasok terlambat; dan
2) sub penyedia jasa/pemasok tidak memenuhi ketentuan kontrak kerja konstruksi.
(5) Pada kontrak kerja konstruksi dengan mempergunakan 2 (dua) bahasa harus dinyatakan secara tegas
hanya 1 (satu) bahasa yang mengikat secara hukum.
(6) Kontrak kerja konstruksi tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia.
BAB IV
PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI
Bagian Pertama
Umum
Pasal 24
Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib dimulai dengan tahap perencanaan yang selanjutnya diikuti
dengan tahap pelaksanaan beserta pengawasannya yang masing-masing tahap dilaksanakan melalui
kegiatan penyiapan, pengerjaan, dan pengakhiran.
Bagian Kedua
Tahap Perencanaan
Pasal 25
Lingkup tahap perencanaan pekerjaan konstruksi meliputi prastudi kelayakan, studi kelayakan,
perencanaan umum, dan perencanaan teknik.
Pasal 26
(1) Dalam perencanaan pekerjaan konstruksi dengan pekerjaan risiko tinggi harus dilakukan prastudi
kelayakan, studi kelayakan, perencanaan umum, dan perencanaan teknik.
(2) Dalam perencanaan pekerjaan konstruksi dengan pekerjaan risiko sedang harus dilakukan studi
kelayakan, perencanaan umum, dan perencanaan teknik.
(3) Dalam perencanaan pekerjaan konstruksi dengan pekerjaan risiko kecil harus dilakukan perencanaan
teknik.
Pasal 27
(1) Perencanaan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 wajib didukung dengan
ketersediaan lapangan, dokumen, fasilitas, dan peralatan serta tenaga kerja konstruksi yang masingmasing
disesuaikan dengan kegiatan tahapan perencanaan.
(2) Penyedia jasa wajib menyerahkan hasil pekerjaan perencanaan yang meliputi hasil tahapan pekerjaan,
hasil penyerahan pertama, dan hasil penyerahan akhir secara tepat biaya, tepat mutu, dan tepat waktu.
(3) Pengguna jasa wajib melaksanakan pembayaran atas penyerahan hasil pekerjaan penyedia jasa secara
tepat jumlah dan tepat waktu.
Bagian Ketiga
Tahap Pelaksanaan Beserta Pengawasannya
Pasal 28
(1) Lingkup tahap pelaksanaan beserta pengawasan pekerjaan konstruksi meliputi pelaksanaan fisik,
pengawasan, uji coba, dan penyerahan hasil akhir pekerjaan.
(2) Pelaksanaan beserta pengawasan pekerjaan konstruksi dilakukan berdasarkan hasil perencanaan teknik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.
(3) Pelaksanaan beserta pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan
melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan, dan pengakhiran.
Pasal 29
(1) Pelaksanaan beserta pengawasan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 harus
didukung dengan ketersediaan lapangan, dokumen, fasilitas, peralatan, dan tenaga kerja konstruksi
serta bahan/komponen bangunan yang masing-masing disesuaikan dengan kegiatan tahapan
pelaksanaan dan pengawasan.
(2) Penyedia jasa wajib menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan serta pengawasan yang meliputi hasil
tahapan pekerjaan, hasil penyerahan pertama dan hasil penyerahan akhir secara tepat biaya, tepat mutu,
dan tepat waktu.
(3) Pengguna jasa wajib melaksanakan pembayaran atas penyerahan hasil pelaksanaan pekerjaan beserta
pengawasan secara tepat jumlah dan tepat waktu.
(4) Untuk pekerjaan tertentu uji coba wajib dilakukan atau disahkan oleh instansi yang berwenang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Keempat
Standar Keteknikan, Ketenaga Kerjaan,
dan Tata Lingkungan
Pasal 30
(1) Untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, penyelenggara pekerjaan
konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang :
a. keteknikan, meliputi persyaratan keselamatan umum, konstruksi bangunan, mutu hasil pekerjaan,
mutu bahan dan atau komponen bangunan, dan mutu peralatan sesuai dengan standar atau norma
yang berlaku;
b. keamanan, keselamatan, dan kesehatan tempat kerja konstruksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
c. perlindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
d. tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku.
(2) Ketentuan keteknikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a diatur oleh Menteri teknis yang
bersangkutan.
(3) Ketentuan pembinaan dan pengendalian tentang keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kegiatan
konstruksi diatur lebih lanjut oleh Menteri bersama Menteri teknis yang terkait.
Bagian Kelima
Kegagalan Pekerjaan Konstruksi
Pasal 31
Kegagalan pekerjaan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan
spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun
keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa atau penyedia jasa.
Pasal 32
(1) Perencana konstruksi bebas dari kewajiban untuk mengganti atau memperbaiki kegagalan pekerjaan
konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 yang disebabkan kesalahan pengguna jasa,
pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.
(2) Pelaksana konstruksi bebas dari kewajiban untuk mengganti atau memperbaiki kegagalan pekerjaan
konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 yang disebabkan kesalahan pengguna jasa,
perencana konstruksi, dan pengawas konstruksi.
(3) Pengawas konstruksi bebas dari kewajiban untuk mengganti atau memperbaiki kegagalan pekerjaan
konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 yang disebabkan kesalahan pengguna jasa,
perencana konstruksi, dan pelaksana konstruksi.
(4) Penyedia jasa wajib mengganti atau memperbaiki kegagalan pekerjaan konstruksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 yang disebabkan kesalahan penyedia jasa atas biaya sendiri.
Pasal 33
Pemerintah berwenang untuk mengambil tindakan tertentu apabila kegagalan pekerjaan konstruksi
mengakibatkan kerugian dan atau gangguan terhadap keselamatan umum.
BAB V
KEGAGALAN BANGUNAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 34
Kegagalan Bangunan merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun
sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja, dan atau keselamatan umum sebagai
akibat kesalahan Penyedia Jasa dan atau Pengguna Jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi.
Bagian Kedua
Jangka Waktu Pertanggungjawaban
Pasal 35
(1) Jangka waktu pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan ditentukan sesuai dengan umur konstruksi
yang direncanakan dengan maksimal 10 tahun, sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi.
(2) Penetapan umur konstruksi yang direncanakan harus secara jelas dan tegas dinyatakan dalam dokumen
perencanaan, serta disepakati dalam kontrak kerja konstruksi.
(3) Jangka waktu pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan harus dinyatakan dengan tegas dalam
kontrak kerja konstruksi.
Bagian Ketiga
Penilaian Kegagalan Bangunan
Pasal 36
(1) Kegagalan bangunan dinilai dan ditetapkan oleh 1 (satu) atau lebih penilai ahli yang profesional dan
kompeten dalam bidangnya serta bersifat independen dan mampu memberikan penilaian secara
obyektif, yang harus dibentuk dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan sejak diterimanya laporan
mengenai terjadinya kegagalan bangunan.
(2) Penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipilih, dan disepakati bersama oleh penyedia jasa
dan pengguna jasa.
(3) Pemerintah berwenang untuk mengambil tindakan tertentu apabila kegagalan bangunan
mengakibatkan kerugian dan atau menimbulkan gangguan pada keselamatan umum, termasuk
memberikan pendapat dalam penunjukan, proses penilaian dan hasil kerja penilai ahli yang dibentuk
dan disepakati oleh para pihak.
Pasal 37
Penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) harus memiliki sertifikat keahlian dan terdaftar
pada Lembaga.
Pasal 38
(1) Penilai ahli, bertugas untuk antara lain :
a. menetapkan sebab-sebab terjadinya kegagalan bangunan;
b. menetapkan tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan bangunan;
c. menetapkan pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan bangunan serta tingkat dan sifat
kesalahan yang dilakukan;
d. menetapkan besarnya kerugian, serta usulan besarnya ganti rugi yang harus dibayar oleh pihak
atau pihak-pihak yang melakukan kesalahan;
e. menetapkan jangka waktu pembayaran kerugian.
(2) Penilai ahli berkewajiban untuk melaporkan hasil penilaiannya kepada pihak yang menunjuknya dan
menyampaikan kepada Lembaga dan instansi yang mengeluarkan izin membangun, paling lambat 3
(tiga) bulan setelah melaksanakan tugasnya.
Pasal 39
Penilai ahli berwenang untuk :
a. menghubungi pihak-pihak terkait, untuk memperoleh keterangan yang diperlukan;
b. memperoleh data yang diperlukan;
c. melakukan pengujian yang diperlukan;
d. memasuki lokasi tempat terjadinya kegagalan bangunan.
Bagian Keempat
Kewajiban dan Tanggung Jawab Penyedia Jasa
Pasal 40
(1) Sebagai dasar penetapan jangka waktu pertanggung jawaban, perencana konstruksi wajib menyatakan
dengan jelas dan tegas tentang umur konstruksi yang direncanakan, dalam dokumen perencanaan dan
dokumen lelang, dilengkapi dengan penjelasannya.
(2) Apabila terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan oleh kesalahan perencana konstruksi, maka
perencana konstruksi hanya bertanggung jawab atas ganti rugi sebatas hasil perencanaannya yang
belum/tidak diubah.
(3) Apabila terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan oleh kesalahan pelaksana konstruksi, maka
tanggung jawab berupa sanksi dan ganti rugi dapat dikenakan pada usaha orang perseorangan dan atau
badan usaha pelaksana konstruksi penandatangan kontrak kerja konstruksi.
(4) Apabila terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan oleh pengawas konstruksi, maka tanggung jawab
berupa sanksi dan ganti rugi dapat dikenakan pada usaha orang perseorangan dan atau badan usaha
pengawas konstruksi penandatangan kontrak kerja konstruksi.
Pasal 41
(1) Penyedia jasa konstruksi diwajibkan menyimpan dan memelihara dokumen pelaksanaan konstruksi
yang dapat dipakai sebagai alat pembuktian, bilamana terjadi kegagalan bangunan.
(2) Lama waktu menyimpan dan memelihara dokumen pelaksanaan konstruksi adalah sesuai dengan
jangka waktu pertanggungan, dengan maksimal lama pertanggungan selama 10 (sepuluh) tahun sejak
dilakukan penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi.
Pasal 42
Pertanggungjawaban berupa sanksi profesi dan atau adminsitratif dapat dikenakan pada orang perseorangan
dan atau badan usaha penandatangan kontrak kerja konstruksi.
Pasal 43
Sub penyedia jasa berbentuk usaha orang perseorangan dan atau badan usaha yang dinyatakan terkait
dalam terjadinya kegagalan bangunan bertanggung jawab kepada penyedia jasa utama.
Pasal 44
(1) Apabila dokumen perencanaan sebagai bentuk fisik lain dari hasil pekerjaan konstruksi tidak segera
dilaksanakan, maka yang dimaksud dengan kegagalan bentuk lain hasil pekerjaan konstruksi ini adalah
keadaan apabila dokumen perencanaan tersebut dipakai sebagai acuan pekerjaan konstruksi
menyebabkan terjadinya kegagalan bangunan karena kesalahan perencanaannya.
(2) Apabila terjadi seperti dimaksud pada ayat (1), maka tanggung jawab perencana konstruksi, dalam hal
dokumen perencanaannya tidak segera dilaksanakan tetap sebatas umur konstruksi yang direncanakan
dengan maksimal 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak penyerahan dokumen perencanaan tersebut.
Bagian Kelima
Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengguna Jasa
Pasal 45
(1) Pengguna jasa wajib melaporkan terjadinya kegagalan bangunan dan tindakan-tindakan yang diambil
kepada Menteri atau instansi yang berwenang dan Lembaga.
(2) Pengguna jasa bertanggung jawab atas kegagalan bangunan yang disebabkan oleh kesalahan pengguna
jasa.
Bagian Keenam
Ganti Rugi dalam Hal Kegagalan Bangunan
Pasal 46
(1) Pelaksanaan ganti rugi dalam hal kegagalan bangunan dapat dilakukan dengan mekanisme
pertanggungan pihak ketiga atau asuransi, dengan ketentuan :
a. persyaratan dan jangka waktu serta nilai pertanggungan ditetapkan atas dasar kesepakatan;
b. premi dibayar oleh masing-masing pihak, dan biaya premi yang menjadi tanggungan penyedia jasa
menjadi bagian dari unsur biaya pekerjaan konstruksi.
(2) Dalam hal pengguna jasa tidak bersedia memasukan biaya premi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf b, maka resiko kegagalan bangunan menjadi tanggung jawab pengguna jasa.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pertanggungan/asuransi ini diatur oleh instansi yang berwenang
dalam bidang asuransi.
Pasal 47
Penetapan besarnya kerugian oleh penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf d,
bersifat final dan mengikat.
Pasal 48
(1) Biaya penilai ahli menjadi beban pihak atau pihak-pihak yang melakukan kesalahan.
(2) Selama penilai ahli melakukan tugasnya, maka pengguna jasa menanggung pembiayaan pendahuluan.
BAB VI
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 49
(1) Penyelesaian sengketa dalam penyelenggaraan jasa konstruksi di luar pengadilan dapat dilakukan
dengan cara :
a. melalui pihak ketiga yaitu :
1) mediasi (yang ditunjuk oleh para pihak atau oleh Lembaga Arbitrase dan Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa);
2) konsiliasi; atau
b. arbitrase melalui Lembaga Arbitrase atau Arbitrase Ad Hoc.
(2) Penyelesaian sengketa secara mediasi atau konsiliasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
dapat dibantu penilai ahli untuk memberikan pertimbangan profesional aspek tertentu sesuai
kebutuhan.
Pasal 50
(1) Penyelesaian sengketa dengan menggunakan jasa mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat
(1) huruf a angka 1) dilakukan dengan bantuan satu orang mediator.
(2) Mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditunjuk berdasarkan kesepakatan para pihak yang
bersengketa.
(3) Mediator tersebut harus mempunyai sertifikat keahlian yang ditetapkan oleh Lembaga.
(4) Apabila diperlukan, mediator dapat minta bantuan penilai ahli.
(5) Mediator bertindak sebagai fasilitator yaitu hanya membimbing para pihak yang bersengketa untuk
mengatur pertemuan dan mencapai suatu kesepakatan.
(6) Kesepakatan tersebut pada ayat (5) dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.
Pasal 51
(1) Penyelesaian sengketa dengan menggunakan jasa konsiliasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49
ayat (1) huruf a angka 2) dilakukan dengan bantuan seorang konsiliator.
(2) Konsiliator sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditunjuk berdasarkan kesepakatan para pihak yang
bersengketa.
(3) Konsiliator tersebut harus mempunyai sertifikat keahlian yang ditetapkan oleh Lembaga.
(4) Konsiliator menyusun dan merumuskan upaya penyelesaian untuk ditawarkan kepada para pihak.
(5) Jika rumusan tersebut disetujui oleh para pihak, maka solusi yang dibuat konsiliator menjadi rumusan
pemecahan masalah.
(6) Rumusan pemecahan masalah sebagaimana tersebut pada ayat (5) dituangkan dalam suatu kesepakatan
tertulis.
Pasal 52
Kesepakatan tertulis dalam penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a butir 1 dan butir 2, Pasal 50, dan Pasal 51 yang ditandatangani
oleh kedua belah pihak bersifat final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan iktikad baik.
Pasal 53
(1) Penyelesaian sengketa dengan menggunakan jasa arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat
(1) huruf b dilakukan dengan melalui arbitrase sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat.
Pasal 54
Tata cara penyelesaian sengketa melalui mediasi, konsiliasi, dan arbitrase dilakukan berdasarkan ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian
sengketa.
BAB VII
LARANGAN PERSEKONGKOLAN
Pasal 55
(1) Pengguna jasa dan penyedia jasa atau antar penyedia jasa dilarang melakukan persekongkolan untuk
mengatur dan atau menentukan pemenang dalam pelelangan umum atau pelelangan terbatas sehingga
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat.
(2) Pengguna jasa dan penyedia jasa dilarang melakukan persekongkolan untuk menaikkan nilai pekerjaan
(mark up) yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat dan atau keuangan Negara.
(3) Pelaksana konstruksi dan atau sub pelaksana konstruksi dan atau pengawas konstruksi dan atau sub
pengawas konstruksi dilarang melakukan persekongkolan untuk mengatur dan menentukan pekerjaan
yang tidak sesuai dengan kontrak kerja konstruksi yang merugikan pengguna jasa dan atau masyarakat.
(4) Pelaksana konstruksi dan atau sub pelaksana konstruksi dan atau pengawas konstruksi dan atau sub
pengawas konstruksi dan atau pemasok dilarang melakukan persekongkolan untuk mengatur dan
menentukan pemasokan bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan yang tidak sesuai
dengan kontrak kerja konstruksi yang merugikan pengguna jasa dan atau masyarakat.
(5) Pengguna jasa dan atau penyedia jasa dan atau pemasok yang melakukan persekongkolan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikenakan sanksi sesuai peraturan perundangundangan
yang berlaku.
BAB VIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 56
(1) Pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah ini dikenakan sanksi administratif yang ditetapkan oleh
Pemerintah kepada Lembaga, berupa peringatan tertulis.
(2) Pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah ini dikenakan sanksi administratif yang ditetapkan oleh
Pemerintah kepada penyedia jasa, berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara sebagian atau keseluruhan pekerjaan konstruksi;
c. pembekuan izin usaha;
d. pencabutan izin usaha;
e. pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi;
f. pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi;
g. larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi; atau
h. larangan melakukan pekerjaan.
(3) Pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah ini dikenakan sanksi administratif yang ditetapkan oleh
Pemerintah kepada pengguna jasa, berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara sebagian atau keseluruhan pekerjaan konstruksi;
c. pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi;
d. pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi; atau
e. larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi.
(4) Pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah ini dikenakan sanksi administratif yang ditetapkan oleh
Lembaga kepada penyedia jasa dan asosiasi, berupa :
a. peringatan tertulis; atau
b. pembatasan bidang usaha dan atau profesi.
(5) Pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah ini dikenakan sanksi administratif yang ditetapkan oleh
asosiasi kepada anggota, berupa :
a. peringatan tertulis; atau
b. pembekuan sertifikat.
Pasal 57
(1) Pengguna jasa yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan ayat
(3), Pasal 6 ayat (2) huruf a dan ayat (3), Pasal 7 ayat (2) huruf a dan ayat (3), Pasal 9 ayat (2) huruf a
dan ayat (3), Pasal 10 ayat (2) huruf a dan ayat (3), Pasal 11 ayat (2) huruf a, Pasal 13 ayat (3) huruf a
dan ayat (4), Pasal 15 huruf a, huruf b, huruf d, dan huruf e, Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 21
ayat (1) dan ayat (2), dikenakan sanksi administrtif berupa peringatan tertulis.
(2) Pengguna jasa tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 15 huruf c, huruf f,
huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, dan huruf k, serta dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi tidak
memenuhi Pasal 26, maka pengguna jasa dapat dikenakan sanksi administratif berupa peringatan
tertulis atau penghentian sementara sebagian atau keseluruhan pekerjaan konstruksi.
(3) Pengguna jasa dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi tidak memenuhi persyaratan dalam Pasal 26, 6
(enam) bulan sejak peringatan tertulis dan atau penghentian sementara sebagian atau keseluruhan
pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka pengguna jasa dapat dikenakan
sanksi administratif berupa pembekuan izin atau pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
(4) Pengguna jasa dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi tidak melaksanakan ketentuan Pasal 26
sehingga mengakibatkan kerugian/gangguan keselamatan umum, harta benda dan atau kerusakan
lingkungan, maka pengguna jasa dapat dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan dan atau
pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Pasal 58
(1) Perencana konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 dikenakan sanksi berupa :
a. peringatan tertulis dan atau penghentian sementara pekerjaan;
b. pembatasan bidang usaha dan atau profesi atau pembekuan izin usaha dan atau profesi apabila
perencana konstruksi tidak memenuhi persyaratan perencanaan paling lama 6 (enam) bulan sejak
peringatan tertulis dan atau penghentian sementara sebagian atau keseluruhan pelaksanaan
pekerjaan;
c. pembekuan atau pencabutan izin usaha dan atau profesi apabila dalam pelaksanaan pekerjaan
konstruksi mengakibat-kan kerugian/kerusakan keselamatan umum, harta benda dan atau
keselamatan nyawa manusia dan atau lingkungan.
(2) Pelaksana konstruksi dalam hal :
a. menggunakan rencana yang tidak memenuhi ketentuan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) dalam pelaksanaan pekerjaan dikenakan sanksi administratif berupa
peringatan tertulis dan atau penghentian sementara sebagian atau keseluruhan pekerjaan
konstruksi;
b. tidak memenuhi persyaratan perencanaan tersebut pada huruf a paling lama 6 (enam) bulan sejak
peringatan tertulis dan atau penghentian sementara dikenakan sanksi administratif berupa
pembatasan bidang usaha dan atau profesi atau pembekuan izin usaha dan atau profesi;
c. pelaksanaan kegiatan menimbulkan gangguan pada keselamatan dan atau kerugian harta benda
dan atau keselamatan nyawa manusia dan atau bangunan/kerusakan pada lingkungan sebagai
akibat menggunakan rencana yang tidak memenuhi persyaratan perencanaan tersebut pada huruf a
dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin atau pencabutan izin usaha dan atau
profesi;
d. menggunakan rencana yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (3) dalam pelaksanaan pekerjaan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis
dan atau penghentian sementara sebagian atau keseluruhan pekerjaan.
(3) Pengawas konstruksi dalam hal :
a. menggunakan rencana yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
dalam pelaksanaan pengawasan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan atau
penghentian sementara sebagian atau keseluruhan pekerjaan konstruksi;
b. apabila pengawas tidak memenuhi ketentuan perencanaan tersebut pada huruf a paling lama 6
(enam) bulan sejak peringatan tertulis dan atau penghentian sementara, dikenakan sanksi
administratif berupa pembatasan bidang usaha dan atau pembekuan izin usaha dan atau profesi.
(4) Penyedia jasa yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dan
ayat (2), dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan atau pembatasan bidang usaha
dan atau profesi.
Pasal 59
Pengguna jasa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), Pasal 29 ayat (3)
dan penyedia jasa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 29
ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara sementara atau keseluruhan pekerjaan konstruksi;
c. pembatasan kegiatan usaha dan atau profesi;
d. pembekuan izin usaha dan atau profesi;
e. pencabutan izin usaha dan atau profesi;
f. pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi;
g. pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi; dan atau
h. larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi.
Pasal 60
Pengguna jasa dan penyedia jasa atau antar penyedia jasa dan atau sub penyedia jasa yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, dikenakan sanksi peringatan tertulis dan penghentian
sementara sebagian atau keseluruhan pekerjaan konstruksi atau pembatasan kegiatan usaha atau profesi.
Pasal 61
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 58, Pasal
59, dan Pasal 60 dikenakan sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan.
Pasal 62
(1) Tata laksana dan penerapan sanksi administratif terhadap pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 58, Pasal 59, dan Pasal 60 diatur lebih lanjut oleh Menteri.
(2) Tata laksana dan penerapan sanksi administratif terhadap pengguna jasa instansi/lembaga pemerintah
dan atau lembaga Negara diatur lebih lanjut oleh Menteri.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 63
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan
jasa konstruksi yang telah ada sepanjang tidak bertentangan ataupun belum diganti dengan yang baru
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 64
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Mei 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Mei 2000
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BONDAN GUNAWAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 64
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 2000
TENTANG
PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI
UMUM
Pembangunan Nasional antara lain dapat diwujudkan melalui upaya mendorong tumbuh dan
berkembangnya jasa konstruksi secara mantap, peningkatan keandalan dan daya saing jasa konstruksi
nasional, yang selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi. Dengan kemampuan jasa konstruksi nasional diharapkan dapat terwujud peningkatan
penggunaan barang dan jasa produksi nasional, sehingga mampu mendukung upaya peningkatan
penerimaan dan penghematan penggunaan devisa Negara, serta mendukung perluasan lapangan usaha dan
kesempatan kerja.
Faktor kunci dalam pengembangan jasa konstruksi nasional adalah peningkatan kemampuan usaha,
terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, serta peningkatan peran masyarakat secara aktif
dan mandiri dalam melaksanakan kedua upaya tersebut. Peningkatan kemampuan usaha ditopang oleh
peningkatan profesionalisme dan peningkatan efisiensi usaha. Sedangkan terwujudnya tertib
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat dicapai antara lain melalui pemenuhan hak dan kewajiban dan
adanya kesetaraan kedudukan para pihak terkait.
Salah satu asas dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi yang menjiwai
Peraturan Pemerintah ini adalah asas kemitraan yang saling menguntungkan. Dengan asas tersebut dapat
diwujudkan keterkaitan yang makin erat dalam satu kesatuan yang efesien dan efektif antar penyedia jasa.
Kemitraan yang demikian sekaligus berarti memberikan peluang usaha yang semakin besar tanpa
mengabaikan kaidah-kaidah efisiensi dan efektivitas serta kemanfaatan.
Di samping asas kemitraan, asas lain yang cukup penting dan mendasar adalah asas keamanan dan
keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara.
Keamanan dan keselamatan ini perlu dilihat, baik dalam persyaratan usaha maupun persyaratan
kemampuan profesional agar berkembang pengusaha yang profesional yang mampu mewujudkan tertib
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dengan menghasilkan bangunan yang berkualitas. Aspek keamanan
dan keselamatan ini diuraikan pula dalam Bab Pengikatan, antara lain mempersyaratkan adanya
perlindungan dan keselamatan kerja, baik bagi penyedia jasa, pengguna jasa, maupun masyarakat, disertai
dengan tuntutan untuk menumbuhkan budaya sadar lingkungan, sehingga keseluruhan ketentuan tersebut
akan menciptakan lingkungan kerja yang aman dan menjamin keselamatan bagi para pihak.
Keamanan dan keselamatan masih berlanjut pada tahapan pasca penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
sebagaimana dituangkan dalam Bab tentang Kegagalan Bangunan yang menuntut terpenuhinya kewajiban
dan tanggung jawab dalam hal keamanan dan keselamatan dalam pemanfaatan bangunan yang merupakan
bagian integral dari pembangunan nasional.
Dalam rangka menghapuskan inefisiensi, monopoli, dan praktek–praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme
dalam kegiatan jasa konstruksi, telah dirumuskan asas keterbukaan secara lebih rinci dalam pasal-pasal
pengaturan yang diharapkan dapat mewujudkan tertib penyelenggaraan dalam kegiatan jasa konstruksi
yang bernuansa tersedianya kesempatan atau peluang yang adil bagi masyarakat untuk berperanserta dalam
penyelenggaraan pekerjaan jasa konstruksi, persaingan yang sehat antar para penyedia jasa, kesetaraan
kedudukan antara pengguna jasa dengan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan
kepatuhan akan peraturan perundang-undangan.
Guna mencapai tujuan yang diamanatkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi,
yaitu perusahaan nasional yang mampu menunjukkan komitmennya pada penyelenggaraan jasa konstruksi
dalam bentuk peningkatan kemampuan personil, teknologi dan permodalan usahanya di Indonesia, maka
perusahaan nasional perlu diberikan kesempatan untuk bersaing dalam proses pelelangan dengan tetap
memperhatikan asas kejujuran dan keadilan, keseimbangan, keterbukaan, dan kemitraan serta kriteria
biaya, mutu, jadwal serta tidak boleh menimbulkan efek proteksi (non tarif barier) maupun ketentuanketentuan
lain yang diatur dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil serta
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
Dalam menghadapi kompetisi internasional, maka yang harus ditempuh yakni mewujudkan kemampuan
profesionalisme dan daya saing usaha jasa konstruksi yang sejajar dengan pelaku-pelaku di pasar
internasional. Dari sisi dunia usaha jasa konstruksi diharapkan tumbuh kesadaran akan peningkatan
kemampuan usaha, keahlian dan keterampilan melalui penataan dan upaya-upaya yang mandiri. Sedangkan
Pemerintah memberikan dukungan dalam bentuk pemberdayaan dan regulasi ataupun memanfaatkan
proyek-proyek Pemerintah sebagai wahana untuk meningkatkan kemampuan usaha, keterampilan dan
keahlian kerja. Langkah-langkah Pemerintah tersebut adalah sejalan dengan berbagai kesepakatan
internasional dan regional yang telah diratifikasi.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Sesuai dengan asas keadilan dan keterbukaan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1999 tentang Jasa Konstruksi maka pemilihan penyedia jasa harus dilakukan dengan cara pelelangan umum
atau pelelangan terbatas untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya dan seadil-adilnya kepada penyedia
jasa dalam mengikuti pemilihan.
Pemilihan langsung atau penunjukan langsung penyedia jasa pada dasarnya hanya dimungkinkan untuk
pekerjaan-pekerjaan darurat dan mendesak yang menyangkut keamanan dan keselamatan masyarakat dan
Negara.
Ayat (2)
Prakualifikasi (pre qualification) dan pasca kualifikasi (post qualification) merupakan proses pemilihan
penyedia jasa yang berbentuk badan usaha dan telah diregistrasi oleh Lembaga untuk menentukan
kesesuaian bidang, sub bidang, kemampuan nyata, dan kinerjanya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Sesuai dengan asas kemitraan, persyaratan prakualifikasi dapat dipenuhi sebagai suatu kesatuan oleh
gabungan dari beberapa perusahaan baik antara perusahaan nasional maupun antara perusahaan nasional
dan perusahaan asing dengan pengertian bahwa setiap anggota gabungan tidak perlu dapat memenuhi
seluruh persyaratan prakualifikasi dan bahwa perusahaan gabungan tersebut bertanggung jawab setara
secara tanggung renteng kepada pengguna jasa. Perusahaan nasional yang mengadakan kerjasama dengan
perusahaan asing di bidang jasa konstruksi sebagai perusahaan gabungan diperlakukan sebagai perusahaan
nasional.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1).
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
huruf a
Cukup jelas
huruf b
Cukup jelas
huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Evaluasi penawaran dilakukan oleh pengguna jasa untuk menentukan peringkat perencana konstruksi dan
pengawas konstruksi dengan cara menilai penawaran dari segi kualitas (QBS) atau kualitas dan harga
(QCBS) atau harga tetap (fixed cost) atau harga terendah (least cost).
1. Cara menilai penawaran dari segi kualitas (Quality Based Selection (QBS)).
Pada cara penilaian ini, penawar dengan rangking penilaian proposal teknik tertinggi diundang untuk
negosiasi proposal keuangan. Proposal keuangan dapat disampaikan bersama-sama dengan pemasukan
proposal teknik atau disampaikan pada saat diundang untuk negosiasi.
Cara penilaian ini dipakai untuk :
a) penugasan yang kompleks atau penugasan yang sangat khusus (sangat spesialis);
b) penugasan yang hasilnya memberikan impact sangat besar pada proses hilirnya;
c) penugasan yang dilakukan berbeda sekali dan sulit untuk diperbandingkan.
2. Cara menilai penawaran dari segi kualitas dan harga (Quality Cost Based Selection (QCBS)).
Pada cara penilaian ini penetapan rangking penawar didasarkan pada gabungan hasil penilaian
terhadap proposal teknik dan proposal keuangan dengan rasio tertentu. Rasio untuk proposal keuangan
tidak boleh lebih besar dari 30 point (dari 100 point). Umumnya rasio untuk proposal keuangan antara
10 - 20 point.
Penawar dengan rangking tertinggi ditetapkan sebagai pemenang. Pada waktu diadakan negosiasi
untuk pembuatan kontrak kerja konstruksi, harga satuan (antara lain billing rate) tidak boleh
dinegosiasikan, hanya boleh diklarifikasi.
Cara penilaian ini dapat dipakai untuk hampir semua pelelangan pekerjaan perencanaan atau
pengawasan.
3. Cara menilai penawaran dari segi harga tetap (Fixed Cost)
Pada cara ini proposal teknik dan proposal keuangan dibuka bersama-sama. Penawar dengan harga
penawaran melebihi plafon anggaran yang sudah ditetapkan terlebih dahulu dinyatakan gugur.
Selanjutnya penawar yang lulus dan mendapat rangking penilaian proposal teknik tertinggi ditetapkan
sebagai pemenang dan diundang untuk negosiasi pembuatan kontrak.
Cara penilaian ini hanya cocok dipakai untuk penugasan yang sifatnya sederhana dan mudah
ditetapkan serta apabila plafon anggaran sudah dipastikan.
4. Cara menilai penawaran dari segi harga terendah (Least Cost).
Pada cara ini penawar dengan skor penilaian proposal teknik di bawah skor minimal dinyatakan gugur.
Selanjutnya proposal keuangan penawar yang lulus dibuka dan penawar dengan harga terendah
dinyatakan sebagai pemenang lelang. Harga penawaran tidak boleh dinegosiasi.
Cara penilaian ini lebih cocok dipakai untuk penugasan standar atau rutin (misalnya untuk pelelangan
pengawasan).
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Untuk pemilihan perencana konstruksi dan perencana sistem dapat dilakukan dengan cara sayembara
terbuka atau sayembara terbatas.
Sayembara terbuka atau sayembara terbatas pada dasarnya adalah merupakan bagian dari proses pemilihan
penyedia jasa.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Pekerjaan dengan risiko tinggi adalah pekerjaan konstruksi yang dalam pelaksanaannya dapat
membahayakan keselamatan umum.
Huruf b
Pekerjaan dengan teknologi tinggi adalah pekerjaan konstruksi yang dalam pelaksanaannya banyak
menggunakan peralatan berat dan tenaga ahli maupun tenaga terampil.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Pengumuman dalam pelelangan terbatas perlu dilakukan untuk memberi kesempatan pada penyedia jasa
untuk mengikuti prakualifikasi bagi penetapan daftar pendek.
huruf b
Cukup jelas
huruf c
Cukup jelas
huruf d
Cukup jelas
huruf f
Cukup jelas
huruf g
Sama dengan penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf e.
huruf h
Cukup jelas
huruf i
Cukup jelas
huruf j
Cukup jelas
huruf k
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Pekerjaan yang berskala kecil dengan ketentuan :
1) risiko kecil, adalah pekerjaan konstruksi yang dalam pelaksanaannya tidak membahayakan
keselamatan umum.
2) teknologi sederhana, adalah pekerjaan konstruksi yang dalam pelaksanaannya menggunakan alat kerja
sederhana dan tidak memerlukan keahlian.
3) penyedia jasa usaha orang perseorangan dan badan usaha kecil, adalah pekerja konstruksi yang dalam
pelaksanaannya hanya dapat mengerjakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil, berteknologi
sederhana dan berbiaya kecil.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Sama dengan penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf e.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1)
Penanganan darurat adalah merupakan upaya penanggulangan yang amat mendesak dan tidak
memungkinkan diadakan proses pemilihan langsung.
Untuk mengantisipasi terjadinya keadaan yang membahayakan bagi keamanan dan keselamatan
masyarakat atau untuk menghindarkan kerugian yang semakin besar akibat suatu keadaan yang tidak dapat
dihindarkan antara lain : banjir, pipa gas berbahaya bocor, dan gempa bumi.
Angka 2)
Cukup jelas
Angka 3)
Cukup jelas
Angka 4)
Sama dengan penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf d.
Angka 5)
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Pada evaluasi penawaran sekaligus dapat dilakukan pasca kualifikasi (post qualification).
Pasal 9
Ayat (1)
Tata cara pelelangan pada ayat ini dapat dilakukan dengan melalui penilaian kualifikasi secara
prakualifikasi atau pasca kualifikasi. Apabila dikehendaki adanya penilaian kualifikasi secara
prakualifikasi, maka tata caranya mengikuti ketentuan Pasal 10 ayat (3). Sedangkan apabila dikehendaki
adanya penilaian kualifikasi secara pasca kualifikasi, maka tata caranya mengikuti ketentuan Pasal 9 ayat
(3).
Pada pengumuman harus dicantumkan cara penilaian kualifikasi mana yang akan dipakai. Selanjutnya pada
pengumuman tidak boleh ada pembatasan yang akan mengganggu proses penilaian kualifikasi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Sama dengan penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf d.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1)
Sama dengan penjelasan Pasal 8 ayat (1) huruf a angka 1).
Angka 2)
Cukup jelas
Angka 3)
Cukup jelas
Angka 4)
Sama dengan penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf d.
Angka 5)
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pekerjaan yang dapat dilakukan secara terintegrasi antara lain adalah pembangunan kilang minyak/gas,
pembangkit tenaga listrik, dan reaktor nuklir.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Bukti kemampuan membayar dari pengguna jasa yang berbentuk badan usaha atau usaha orang
perseorangan antara lain berupa bank garansi, jaminan dari lembaga keuangan.
Bukti kemampuan membayar untuk proyek-proyek Pemerintah antara lain Daftar Isian Proyek atau Daftar
Isian Kegiatan.
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Pasal 16
Huruf a
Biaya yang boleh dipungut oleh pengguna jasa dalam proses pelelangan umum atau pelelangan terbatas
hanya sebesar biaya nyata yang diperlukan untuk penggandaan dokumen pelelangan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Dalam hal terjadi penolakan terhadap seluruh penawaran, pengguna jasa harus meninjau ulang dokumen
pelelangan. Peninjauan ulang terhadap dokumen pelelangan meliputi syarat-syarat kontrak, desain dan
spesifikasi, lingkup kontrak, atau kombinasi dari ketiganya. Penolakan terhadap seluruh penawaran karena
alasan tidak tercapai kompetisi yang efektif jangan semata-mata didasarkan pada jumlah penawar
(misalnya karena jumlah penawar kurang).
Jika penolakan terhadap seluruh penawaran karena alasan tidak tercapai kompetisi yang efektif, maka harus
dipertimbangkan menyebarkan pengumuman (iklan) yang lebih luas.
Jika penolakan terhadap seluruh penawaran karena seluruh penawaran atau sebagain besar penawaran tidak
tanggap terhadap dokumen pelelangan, maka penawar baru yang sudah diprakualifikasi dapat diundang.
Pengguna jasa tidak boleh menolak seluruh penawaran dan selanjutnya mengundang penawaran baru
dengan menggunakan dokumen pelelangan yang sama untuk mendapatkan harga penawaran yang lebih
rendah.
Apabila harga terendah terevaluasi jauh lebih tinggi dari plafon biaya yang dimiliki pengguna jasa, maka
pengguna jasa dapat :
a. mengubah dokumen pelelangan dan mengundang penawaran berdasar dokumen pelelangan baru; atau
b. melakukan negosiasi dengan penawar terendah terevaluasi untuk mengurangi lingkup kontrak.
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Sama dengan penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf e.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan terevaluasi adalah antara lain setelah dilakukan, perbaikan kesalahan perkalian,
pembagian, penjumlahan, dan pengurangan (arithmatic correction).
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Kontrak kerja konstruksi harus dituangkan dalam dokumen tertulis yang terpisah pada masing-masing
penyedia jasa yaitu perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Kontrak kerja konstruksi berdasarkan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan konstruksi :
1) tahun tunggal adalah pekerjaan yang pendanaan dan pelaksanaannya direncanakan selesai dalam 1 (satu)
tahun.
2) tahun jamak adalah pekerjaan yang pendanaan dan pelaksanaannya direncanakan selesai lebih dari 1
(satu) tahun.
Huruf c
Angka 1)
Pengukuran hasil pekerjaan berdasarkan kemajuan pekerjaan selain dilakukan dalam beberapa tahapan
kemajuan pekerjaan, bisa juga dilakukan sekaligus pada saat pekerjaan fisik selesai 100% (turn key).
Angka 2)
Pengukuran hasil pekerjaan secara berkala umumnya dilakukan secara bulanan pada tiap akhir bulan.
Pasal 21
Ayat (1)
Pada pelelangan dengan bentuk imbalan Lump Sum, dalam hal terjadi pembetulan perhitungan perincian
harga penawaran dikarenakan adanya kesalahan aritmatik, maka harga penawaran total tidak boleh diubah.
Perubahan hanya boleh dilakukan pada salah satu atau volume pekerjaan atau harga satuan, dan semua
risiko akibat perubahan karena adanya koreksi aritmatik menjadi tanggung jawab sepenuhnya penyedia
jasa, selanjutnya harga penawaran menjadi harga kontrak (nilai pekerjaan).
Ayat (2)
Pada pelelangan dengan bentuk imbalan harga satuan dalam hal terjadi pembetulan perhitungan perincian
harga penawaran dikarenakan adanya kesalahan aritmatik, harga penawaran total dapat berubah, akan tetapi
harga satuan tidak boleh diubah. Koreksi aritmatik hanya boleh dilakukan pada perkalian antara volume
dengan harga satuan atau penjumlahan hasil perkalian volume dengan harga satuan. Semua risiko akibat
perubahan karena adanya koreksi aritmatik menjadi tanggung jawab sepenuhnya penyedia jasa. Penetapan
pemenang lelang berdasarkan harga penawaran terkoreksi. Selanjutnya harga penawaran terkoreksi menjadi
harga kontrak (nilai pekerjaan).
Harga satuan juga menganut prinsip Lump Sum.
Ayat (3)
Pada pelelangan dengan bentuk imbalan biaya tambah imbalan jasa, pembetulan harga penawaran akibat
koreksi aritmatik mengikuti pelelangan dengan bentuk imbalan Lump Sum atau pelelangan dengan bentuk
imbalan harga satuan.
Ayat (4)
Sama dengan penjelasan ayat (3).
Ayat (5)
Sama dengan penjelasan ayat (3).
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Angka 1)
Cukup jelas
Angka 2)
Cukup jelas
Angka 3)
Yang dimaksud dengan penyesuaian nilai pekerjaan akibat fluktuasi harga adalah eskalasi/deeskalasi yang
rumusannya sudah harus dicantumkan dalam dokumen pelelangan.
Angka 4)
Cukup jelas
Angka 5)
Cukup jelas
Huruf c
Angka 1)
Jenis pertanggungan yang dapat diperjanjikan dalam kontrak kerja konstruksi mencakup jaminan uang
muka, jaminan pelaksanaan, jaminan atas mutu hasil pekerjaan, jaminan pertanggungan terhadap kegagalan
bangunan, dan jaminan terhadap kegagalan pekerjaan konstruksi, antara lain asuransi pekerjaan, bahan dan
peralatan, asuransi tenaga kerja, dan asuransi tuntutan pihak ketiga.
Jaminan uang muka adalah jaminan yang diberikan penyedia jasa kepada pengguna jasa sebelum penyedia
jasa menerima uang muka untuk memulai pekerjaan konstruksi. Pengguna jasa berhak mencairkan dan
selanjutnya mempergunakan jaminan uang muka apabila penyedia jasa tidak melunasi pengembalian uang
muka dan dalam hal terjadi pemutusan kontrak kerja konstruksi sepihak, karena kesalahan pengguna jasa,
maka sisa uang muka yang belum dilunasi dapat diperhitungkan sebagai bagian dari ganti rugi yang harus
dibayar oleh pengguna jasa kepada penyedia jasa.
Jaminan pelaksanaan adalah jaminan bahwa penyedia jasa akan meyelesaikan pekerjaannya sesuai
ketentuan kontrak kerja kontruksi. Jaminan pelaksanaan dapat diuangkan oleh pengguna jasa dan uangnya
menjadi milik pengguna jasa, apabila penyedia jasa tidak mampu menyelesaikan
pekerjaannya/kewajibannya atau kontrak kerja kontruksi diputus akibat kesalahan penyedia jasa.
Jaminan atas mutu hasil pekerjaan adalah jaminan yang diberikan penyedia jasa kepada pengguna jasa
selama masa tanggungan yaitu waktu antara penyerahan pertama kalinya hasil akhir pekerjaan dan
penyerahan kedua kalinya hasil akhir pekerjaan. Jaminan atas mutu hasil akhir pekerjaan antara lain dapat
berupa jaminan pemeliharaan. Pengguna jasa berhak mencairkan jaminan dan selanjutnya mempergunakan
uangnya untuk membiayai pemeliharaan/ perbaikan hasil akhir pekerjaan apabila pelaksana konstruksi
tidak melaksanakan kewajibannya sesuai ketentuan kontrak kerja konstruksi selama masa jaminan atas
mutu hasil pekerjaan.
Jaminan pertanggungan terhadap kegagalan bangunan baik untuk pekerjaan perencanaan maupun
pelaksanaan dan pengawasannya, pemberlakukannya disesuaikan dengan tingkat pengembangan sistem
pertanggungan yang berlaku di Indonesia.
Asuransi pekerjaan/asuransi bahan dan asuransi peralatan/ asuransi tenaga kerja/asuransi tuntutan pihak
ketiga adalah jaminan pertanggungan terhadap kegagalan pekerjaan kontruksi yang harus disediakan oleh
pelaksana konstruksi, sedangkan jaminan pertanggungan terhadap kegagalan pekerjaan konstruksi pada
pekerjaan perencanaan atau pengawasan adalah professional indemnity insurance yang pemberlakuannya
disesuaikan dengan tingkat pengembangan sistem pertanggungan yang berlaku di Indonesia.
Angka 2)
Cukup jelas
Angka 3)
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
1) Hak dan kewajiban pengguna jasa antara lain meliputi :
a) hak pengguna jasa :
- mengubah sebagian isi kontrak kerja konstruksi tanpa mengubah lingkup kerja yang telah
diperjanjikan atas kesepakatan dengan penyedia jasa;
- menghentikan pekerjaan sementara apabila penyedia jasa bekerja tidak sesuai ketentuan
kontrak kerja konstruksi;
- menghentikan pekerjaan secara permanen dengan cara pemutusan kontrak kerja konstruksi
apabila penyedia jasa tidak mampu memenuhi ketentuan kontrak kerja konstruksi;
- menolak usulan perubahan isi sebagian kontrak kerja konstruksi yang diusulkan penyedia
jasa;
- menolak bahan dan atau hasil pekerjaan penyedia jasa yang tidak memenuhi persyaratan
teknis;
- menetapkan dan atau mengubah besaran serta persyaratan pertanggungan atas kesepakatan
dengan penyedia jasa.
- mengganti tenaga penyedia jasa karena dinilai tidak mampu melaksanakan pekerjaan;
- menghentikan pekerjaan sementara apabila penyedia jasa tidak memenuhi kewajibannya;
- menolak usul sub penyedia jasa dan atau pemasok yang diusulkan penyedia jasa.
b) kewajiban pengguna jasa :
- menyerahkan sarana kerja kepada penyedia jasa untuk pelaksanaan pekerjaan sesuai
kesepakatan kontrak kerja konstruksi;
- memberikan bukti kemampuan membayar biaya pelaksanaan pekerjaan;
- menerima bahan dan atau hasil pekerjaan yang telah memenuhi persyaratan teknis dan
administrasi;
- memberikan imbalan atas prestasi lebih;
- membayar tepat waktu dan tepat jumlah sesuai tahapan proses pembayaran yang disepakati;
- memenuhi pembayaran kompensasi atas kelalaian atau kesalahan pengguna jasa;
- menjaga kerahasiaan dokumen/proses kerja yang diminta penyedia jasa;
- melaksanakan pengawasan dan koreksi-koreksi terhadap pelaksanaan pekerjaan.
2) Hak dan kewajiban penyedia jasa antara lain meliputi :
a) hak penyedia jasa :
- mengajukan usul perubahan atas sebagian isi kontrak kerja konstruksi;
- mendapatkan imbalan atas prestasi lebih yang dilakukannya;
- mendapatkan kompensasi atas kerugian yang timbul akibat perubahan isi kontrak kerja
konstruksi yang diperintahkan pengguna jasa;
- menghentikan pekerjaan sementara apabila pengguna jasa tidak memenuhi kewajibannya;
- menghentikan pekerjaan secara permanen dengan cara pemutusan kontrak kerja konstruksi,
apabila pengguna jasa tidak mampu melanjutkan pekerjaan atau tidak mampu memenuhi
kewajibannya dan penyedia jasa berhak mendapat kompensasi atas kerugian yang timbul
akibat pemutusan kontrak kerja konstruksi;
- menolak usul perubahan sebagian isi kontrak kerja konstruksi dari pengguna jasa;
- menunjuk sub penyedia jasa dan atau pemasok atas persetujuan pengguna jasa.
b) kewajiban penyedia jasa :
- memberikan pendapat kepada pengguna jasa atas penugasannya, dokumen yang menjadi
acuan pelaksanaan pekerjaan, data pendukung, kualitas sarana pekerjaan atau hal-hal lainnya
yang dipersyaratkan pada kontrak kerja konstruksi;
- memperhitungkan risiko pelaksanaan dan hasil pekerjaan;
- memenuhi ketentuan pertanggungan, membayar denda dan atau ganti rugi sesuai yang
dipersyaratkan pada kontrak kerja konstruksi.
Huruf f
Angka 1)
Cukup jelas
Angka 2)
Cukup jelas
Angka 3)
Cukup jelas
Angka 4)
Denda akibat keterlambatan pembayaran adalah biaya uang (cost of money) yang dihitung berdasarkan
bunga untuk hari-hari keterlambatan (interest of delay payment).
Angka 5)
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dimaksudkan agar para pihak membuat
kesepakatan untuk hak memiliki hasil penemuan atau inovasi pelaksanaan pekerjaan dalam pekerjaan yang
diperjanjikan.
Penggunaan hal-hal yang telah didaftarkan hak atas kekayaan diatur sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 24
Dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi pada tahap perencanaan maupun tahap pelaksanaan beserta
pengawasannya, dilakukan kegiatan penyiapan, pengerjaan, dan pengakhiran yang melibatkan interaksi dan
atau hubungan kerja antara pengguna jasa dan penyedia jasa yang antara lain meliputi :
1. Tahap Perencanaan
a. Dalam kegiatan penyiapan, pengguna jasa :
1) menyerahkan dokumen-dokumen dan atau fasilitas yang diperlukan oleh perencana konstruksi
untuk dapat memulai pekerjaannya dan bertanggung jawab atas kebenaran/ketepatan isi
dokumen dan atau fasilitas dimaksud, termasuk kelengkapannya dan tepat waktu dalam
penyerahannya;
2) menetapkan wakil pengguna jasa untuk penyelenggaraan pekerjaan;
3) memberi keputusan terhadap usul perencana konstruksi mengenai wakil perencana konstruksi
dan rencana kerja;
4) wajib membayar uang muka atas jaminan uang muka yang diserahkan oleh perencana
konstruksi (dalam hal diperjanjikan);
5) memberhentikan dan atau meminta ganti tenaga perencana konstruksi yang tidak sesuai
keahliannya atau tidak memadai kinerjanya atau berperilaku di luar kepatutan;
6) mencairkan jaminan uang muka, apabila perencana konstruksi tidak melunasi pengembalian
uang muka dan dalam hal terjadi pemutusan kontrak kerja konstruksi sepihak karena
kesalahan perencana konstruksi, maka sisa uang muka yang belum dilunasi dapat
diperhitungkan sebagai bagian dari ganti rugi yang harus dibayar oleh pengguna jasa kepada
perencana konstruksi serta pengguna jasa wajib mengembalikan jaminan uang muka;
7) mencairkan jaminan pelaksanaan apabila perencana konstruksi tidak mampu menyelesaikan
pekerjaannya/kewajibannya (dalam hal diperjanjikan adanya jaminan pelaksanaan).
b. dalam kegiatan penyiapan, perencana konstruksi:
1) memberi pendapat atas dokumen yang diserahkan oleh pengguna jasa;
2) mengajukan usulan wakil perencana konstruksi beserta kewenangannya untuk mendapat
persetujuan pengguna jasa;
3) bertanggung jawab atas rencana kerja yang telah disetujui pengguna jasa;
4) menyerahkan jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan (dalam hal diperjanjikan) dan atau
jaminan pertanggungan terhadap kegagalan pekerjaan konstruksi dan atau kegagalan
bangunan, dalam bentuk polis asuransi sesuai yang diperjanjikan;
5) mendapat ganti rugi atas :
a) ketidakbenaran dan ketidaktepatan isi dokumen dan atau fasilitas beserta kelengkapannya
dan ketidaktepatan waktu penyerahan dari pengguna jasa yang mengakibatkan kerugian
pada perencana konstruksi;
b) keterlambatan pengguna jasa dalam memberi keputusan terhadap usulan wakil perencana
konstruksi dan usulan rencana kerja dari perencana konstruksi yang mengakibatkan
kerugian pada perencana konstruksi;
c) keterlambatan pembayaran uang muka (apabila diperjanjikan).
c. Dalam kegiatan pengerjaan, pengguna jasa :
1) bertanggung jawab atas segala konsekwensi yang timbul akibat perintah perubahan yang
diberikan kepada perencana konstruksi;
2) memberi keputusan terhadap usulan perubahan dari perencana konstruksi dalam batasan
waktu yang diperjanjikan;
3) melakukan pembayaran untuk prestasi pekerjaan perencana konstruksi atas dasar kesepakatan
cara pembayaran dan jadwal pembayaran;
4) dapat memerintahkan perubahan pekerjaan;
5) dapat menahan sebagian pembayaran prestasi pekerjaan sebagai uang retensi untuk jaminan
mutu hasil pekerjaan perencana konstruksi;
6) mendapat kompensasi sesuai persyaratan jaminan pertanggungan terhadap kegagalan
pekerjaan konstruksi apabila terjadi kegagalan pekerjaan konstruksi karena kesalahan
perencana konstruksi.
d. Dalam kegiatan pengerjaan, perencana konstruksi :
1) melaksanakan setiap tahapan kegiatan pelaksanaan pekerjaan sesuai rencana kerja yang sudah
disetujui pengguna jasa;
2) menyampaikan laporan pelaksanaan tahapan kegiatan dan hasilnya untuk mendapat
persetujuan pengguna jasa;
3) bertanggung jawab atas kebenaran hasil pekerjaannya;
4) memberi pendapat atas perintah perubahan dari pengguna jasa dan menerima atas segala
konsekuensinya apabila perencana konstruksi tidak memberi pendapat;
5) bertanggung jawab terhadap kegagalan pekerjaan konstruksi sampai penyerahan hasil akhir
pekerjaan;
6) mendapat ganti rugi :
a) apabila pengguna jasa mengubah keputusannya yang dapat mengakibatkan kerugian pada
perencana konstruksi;
b) apabila terjadi pengurangan volume pekerjaan yang dapat mengakibatkan kerugian pada
perencana konstruksi;
c) apabila pengguna jasa terlambat memberi keputusan yang mengakibatkan kerugian pada
perencana konstruksi;
d) akibat keterlambatan pembayaran (apabila diperjanjikan);
7) dapat mengusulkan perubahan metode dan atau tahapan kegiatan pekerjaan;
8) menahan hasil bagian pekerjaan yang belum dibayar.
e. Dalam kegiatan pengakhiran, pengguna jasa :
1) memberi keputusan atas hasil akhir pekerjaan dalam batasan waktu yang diperjanjikan;
2) dalam hal diperjanjikan wajib memberi insentif apabila perencana konstruksi menyelesaikan
pekerjaan lebih cepat dari waktu yang diperjanjikan;
3) melakukan pembayaran akhir untuk seluruh sisa pembayaran yang menjadi kewajiban
pengguna jasa, termasuk pelepasan uang retensi, atas dasar kesepakatan cara pembayaran dan
jadwal pembayaran;
4) mengembalikan jaminan pelaksanaan dan atau jaminan pertanggungan terhadap kegagalan
pekerjaan konstruksi apabila pengguna jasa menerima hasil akhir pekerjaan;
5) melepaskan jaminan pertanggungan terhadap kegagalan bangunan pada akhir masa
tanggungan;
6) mengenakan denda keterlambatan apabila perencana konstruksi terlambat meyelesaikan hasil
akhir pekerjaan;
7) mempergunakan uang retensi untuk memperbaiki hasil akhir pekerjaan apabila perencana
konstruksi tidak melakukan perbaikan sesuai yang diminta pengguna jasa.
8) mendapat kompensasi sesuai ketentuan jaminan pertanggungan terhadap kegagalan bangunan
apabila terjadi kegagalan bangunan selama masa pertanggungan karena kesalahan perencana
konstruksi.
f. Dalam kegiatan pengakhiran, perencana konstruksi :
1) menyampaikan hasil akhir pekerjaan untuk mendapat persetujuan pengguna jasa;
2) menyimpan dokumen yang berkaitan dengan proses pengerjaan sampai selesainya masa
tanggungan;
3) bertanggung jawab terhadap kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawabnya selama
masa tanggungan;
4) mendapat ganti rugi :
a) apabila pengguna jasa terlambat memberi keputusan terhadap hasil akhir pekerjaan yang
dapat mengakibatkan kerugian pada perencana konstruksi;
b) akibat keterlambatan pembayaran akhir (apabila diperjanjikan);
c) apabila pengguna jasa menahan-nahan atau terlambat mengembalikan jaminan
pelaksanaan dan atau jaminan pertanggungan pekerjaan konstruksi dan atau jaminan
terhadap kegagalan bangunan yang mengakibatkan kerugian pada perencana konstruksi.
5) menahan hasil akhir pekerjaan yang belum dibayar;
6) mendapat insentif apabila menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dari waktu yang diperjanjikan
(dalam hal diperjanjikan).
2. Tahap Pelaksanaan beserta Pengawasannya
a. Dalam kegiatan penyiapan, pengguna jasa :
1) menyerahkan lapangan beserta fasilitasnya dan atau dokumen untuk menunjang pelaksanaan
pekerjaan yang diperlukan oleh pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi untuk memulai
pekerjaannya;
2) bertanggung jawab atas kebenaran, ketepatan dan kelengkapan lapangan, fasilitas, dan isi
dokumen, termasuk tepat waktu dalam penyerahannya;
3) menetapkan wakilnya dan atau pengawas konstruksi disertai dengan batasan kewenangannya;
4) memberi keputusan terhadap usulan penanggung jawab pelaksana pekerjaan dari pelaksana
konstruksi dan atau wakil pengawas konstruksi dari pengawas konstruksi;
5) memberi keputusan terhadap usul rencana kerja dari pelaksana konstruksi dan atau pengawas
konstruksi;
6) memberikan tanggapan atas pendapat pelaksana konstruksi dan atau pengawas konstruksi
terhadap dokumen perencanaan;
7) membayar uang muka atas jaminan uang muka yang diserahkan oleh pelaksana konstruksi
dan atau pengawas konstruksi (dalam hal diperjanjikan).
8) memberi kepastian kepada pelaksana konstruksi atas ketepatan jumlah, mutu, dan waktu
penyerahan bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan konstruksi yang menjadi
tanggung jawabnya (dalam hal diperjanjikan).
9) menyetujui atau tidak menyetujui usulan penanggung jawab pelaksana pekerjaan yang
diajukan oleh pelaksana konstruksi dan atau pengawas konstruksi.
10) memberhentikan dan atau meminta ganti tenaga pelaksana konstruksi dan atau pengawas
konstruksi yang tidak sesuai keahliannya atau tidak memadai kinerjanya atau berperilaku
tidak pantas.
11) menyetujui atau tidak menyetujui atau mengubah atau meminta ganti usulan rencana kerja
yang diajukan pelaksana konstruksi dan atau pengawas konstruksi.
12) mencairkan jaminan uang muka apabila pelaksana konstruksi dan atau pengawas konstruksi
tidak melunasi pengembalian uang muka dan dalam hal terjadi pemutusan kontrak kerja
konstruksi sepihak karena kesalahan penyedia jasa, maka sisa uang muka yang belum dilunasi
dapat diperhitungkan sebagai bagian dari ganti rugi yang harus dibayar oleh pengguna jasa
kepada pelaksana konstruksi dan atau pengawas konstruksi serta pengguna jasa
mengembalikan jaminan uang muka.
13) mencairkan jaminan pelaksanaan dan memiliki uangnya apabila pelaksana konstruksi tidak
mampu menyelesaikan kewajibannya.
14) menolak dan atau memberhentikan dan atau meminta ganti sub penyedia jasa atau pemasok
bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan.
15) melakukan intervensi terhadap hubungan antara pelaksana konstruksi dengan sub penyedia
jasa/pemasok dalam hal pembayaran dari pelaksana konstruksi kepada sub penyedia
jasa/pemasok terlambat karena adanya itikad tidak baik dari pelaksana konstruksi.
16) berhubungan langsung dengan sub pelaksana konstruksi/pemasok apabila dipandang perlu
untuk terpenuhinya pemasok pelaksanaan pekerjaan.
17) melakukan pemutusan kontrak kerja konstruksi apabila pelaksana konstruksi mempekerjakan
sub penyedia jasa/pemasok tanpa seizin pengguna jasa.
b. dalam kegiatan penyiapan, pelaksana konstruksi :
1) mengajukan usulan penanggung jawab pelaksana pekerjaan beserta kewenangannya untuk
mendapat persetujuan pengguna jasa.
2) mengajukan usulan rencana kerja pelaksanaan fisik dan rencana kerja yang menyangkut
keselamatan dan kesehatan kerja untuk mendapat persetujuan pengguna jasa.
3) memberikan pendapat terhadap dokumen perencanaan.
4) menyerahkan jaminan uang muka dalam hal diperjanjikan, jaminan pelaksanaan dan jaminan
pertanggungan terhadap kegagalan pekerjaan konstruksi dalam bentuk polis asuransi sesuai
yang diperjanjikan pada kontrak kerja konstruksi.
5) mengajukan usulan sub penyedia jasa atau pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan
atau peralatan yang tidak tercantum dalam kontrak kerja konstruksi.
6) mendapat ganti rugi :
a) apabila pengguna jasa terlambat menyerahkan lapangan dan atau fasilitas, atau
fasilitasnya tidak lengkap yang dapat mengakibatkan kerugian pada pelaksana konstruksi;
b) apabila pengguna jasa terlambat menyerahkan dokumen atau atas ketidakbenaran isi
dokumen yang dapat mengakibatkan kerugian pada pelaksana konstruksi;
c) apabila pengguna jasa terlambat menetapkan wakilnya atau terlambat menetapkan
pengawas konstruksi yang dapat mengakibatkan kerugian pada pelaksana konstruksi;
d) apabila pengguna jasa terlambat memberi keputusan terhadap usulan penanggung jawab
pelaksana pekerjaan dari pelaksana konstruksi yang dapat mengakibatkan kerugian pada
pelaksana konstruksi;
e) apabila pengguna jasa terlambat memberi keputusan terhadap usulan rencana kerja dari
pelaksana konstruksi yang dapat mengakibatkan kerugian pada pelaksana konstruksi;
f) apabila pengguna jasa mengubah dan mengganti rencana kerja yang dapat mengakibatkan
kerugian pada pelaksana konstruksi;
g) akibat pengguna jasa terlambat membayar uang muka;
h) apabila pengguna jasa terlambat dan atau tidak dapat memberi kepastian atas ketepatan
jumlah, mutu, dan waktu penyerahan bahan dan atau komponen bangunan dan atau
peralatan yang menjadi tanggung jawabnya, yang dapat mengakibatkan kerugian pada
pelaksana konstruksi;
i) apabila pengguna jasa terlambat memberi keputusan usulan sub penyedia jasa dan atau
pemasok yang dapat mengakibatkan kerugian pada pelaksana konstruksi.
c. Dalam kegiatan penyiapan, pengawas konstruksi :
1) mengajukan usulan rencana kerja pengawasan untuk mendapat persetujuan pengguna jasa.
2) memberikan pendapat terhadap dokumen perencanaan.
3) mengajukan usulan wakil pengawas konstruksi beserta kewenangannya untuk mendapat
persetujuan pengguna jasa.
4) menyerahkan jaminan uang muka, dalam hal diperjanjikan adanya pembayaran uang muka.
5) mendapat ganti rugi :
a) apabila pengguna jasa terlambat memberi keputusan terhadap usulan rencana kerja
pengawasan dan usulan wakil pengawas konstruksi yang dapat mengakibatkan kerugian
pada pengawas konstruksi;
b) akibat pengguna jasa terlambat membayar uang muka.
d. Dalam kegiatan pengerjaan, pengguna jasa :
1) bertanggung jawab atas segala konsekuensi yang timbul akibat perintah perubahan pekerjaan
dan atau rencana kerja, baik dari pengguna jasa dan atau dari pengawas konstruksi.
2) memberi keputusan terhadap usulan perubahan pekerjaan dan atau rencana kerja dari
pelaksana konstruksi.
3) memberi keputusan terhadap usulan perubahan rencana kerja pengawasan dari pengawas
konstruksi.
4) menyerahkan bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan yang menjadi tanggung
jawabnya tepat jumlah dan sesuai jadwal yang disepakati, kepada pelaksana konstruksi
(dalam hal diperjanjikan).
5) menyerahkan fasilitas kerja dan atau dokumen sesuai jadwal yang disepakati kepada
pengawas konstruksi (dalam hal diperjanjikan).
6) melakukan pembayaran prestasi kerja atas permintaan pelaksana konstruksi dan atau
pengawas konstruksi atas dasar kesepakatan cara pembayaran dan jadwal pembayaran.
7) memberi pendapat dan atau keputusan terhadap laporan hasil pengawasan setiap bagian
kegiatan pekerjaan dan laporan akhir pengawasan.
8) bertanggung jawab atas akibat penggunaan hasil pekerjaan, baik hasil sementara yang sudah
dipergunakan atau hasil akhir pekerjaan yang diserahkan untuk pertama kalinya.
9) memberi insentif apabila pelaksana konstruksi dapat menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dari
waktu yang diperjanjikan.
10) meminta perubahan pekerjaan dan atau rencana kerja pelaksanaan kepada pelaksana
konstruksi atau perubahan rencana kerja pengawasan kepada pengawas konstruksi.
11) menyetujui atau tidak menyetujui usulan perubahan pekerjaan dan atau rencana kerja
pelaksanaan dari pelaksana konstruksi atau usulan perubahan rencana pengawasan dari
pengawas konstruksi.
12) mendapat kompensasi sesuai persyaratan jaminan pertanggungan terhadap kegagalan
pekerjaan konstruksi apabila terjadi kegagalan pekerjaan konstruksi karena kesalahan
pelaksana konstruksi.
13) menolak penyerahan pertama kalinya hasil akhir pekerjaan dari pelaksana konstruksi apabila
hasil pekerjaan tidak sesuai dengan dokumen kontrak.
14) menahan sebagian pembayaran kepada pelaksana konstruksi sebagai uang retensi untuk
jaminan mutu hasil pekerjaan sampai penyerahan akhir hasil pekerjaan.
15) mengenakan denda keterlambatan apabila pelaksana konstruksi terlambat menyerahkan hasil
akhir pekerjaan.
e. Dalam kegiatan pengerjaan, pelaksana konstruksi :
1) meminta izin untuk melaksanakan setiap bagian kegiatan pekerjaan kepada pengguna jasa dan
atau pengawas konstruksi.
2) melaksanakan setiap bagian kegiatan pekerjaan sesuai rencana kerja yang telah disetujui
pengguna jasa dan atau pengawas konstruksi.
3) bertanggung jawab terhadap kegagalan pekerjaan konstruksi sampai penyerahan akhir hasil
akhir pekerjaan dari pelaksana konstruksi.
4) menyampaikan laporan pelaksanaan bagian kegiatan pekerjaan dan hasilnya untuk mendapat
persetujuan pengguna jasa dan atau pengawas konstruksi.
5) menjaga dan memelihara bagian kegiatan pekerjaan yang telah mendapat persetujuan
pengguna jasa dan atau pengawas konstruksi sampai adanya penyerahan pertama pekerjaan.
6) memberi pendapat terhadap permintaan perubahan pekerjaan dari pengguna jasa dan atau
pengawas konstruksi.
7) menerima segala konsekuensinya apabila tidak memberi pendapat terhadap permintaan
perubahan pekerjaan dari pengguna jasa dan atau pengawas konstruksi.
8) bertanggung jawab atas segala konsekuensinya apabila mengajukan usul perubahan pekerjaan
dan atau rencana kerja.
9) menyerahkan untuk pertama kalinya hasil akhir pekerjaan untuk mendapat persetujuan
pengguna jasa.
10) menyerahkan jaminan atas mutu hasil pekerjaan sebagai pengganti atas penerimaan uang
rentensi, setelah diterimanya penyerahan pertama hasil akhir pekerjaan oleh pengguna jasa
(dalam hal diperjanjikan).
11) berhak mendapat ganti rugi :
a) apabila pengguna jasa dan atau pengawas konstruksi menunda-nunda atau terlambat
memberi keputusan terhadap usulan pengguna jasa, yang dapat mengakibatkan kerugian
pada pelaksana konstruksi;
b) apabila ketidakhadiran wakil pengguna jasa atau pengawas konstruksi mengakibatkan
kerugian pada pelaksana konstruksi;
c) apabila pengguna jasa dan atau pengawas konstruksi menunda-nunda atau menghambat
atau terlambat menerima hasil bagian kegiatan pekerjaan yang dapat mengakibatkan
kerugian pada pelaksana konstruksi;
d) apabila terjadi perubahan secara mendasar akibat permintaan perubahan pekerjaan dari
pengguna jasa;
e) apabila pengguna jasa terlambat dan atau tidak tepat jumlah atau sama sekali tidak
memenuhi kewajibannya untuk menyerahkan bahan dan atau komponen bangunan dan
atau peralatan yang dapat mengakibatkan kerugian pada pelaksana konstruksi;
f) akibat keterlambatan pembayaran (apabila diperjanjikan);
g) apabila pengguna jasa menunda-nunda atau menghambat atau terlambat menerima
penyerahan pertama kalinya hasil akhir pekerjaan yang dapat mengakibatkan kerugian
pada pelaksana konstruksi;
h) apabila pengguna jasa terlambat menyerahkan kembali jaminan pelaksanaan dan atau
jaminan pertanggungan terhadap kegagalan pekerjaan konstruksi yang dapat
mengakibatkan kerugian pada pelaksana konstruksi.
12) mendapat insentif apabila dapat menyelesaikan pekerjaan lebih cepat (dalam hal
diperjanjikan).
13) menyetujui atau tidak menyetujui permintaan perubahan pekerjaan dan atau rencana kerja dari
pengguna jasa dan atau pengawas konstruksi.
14) mengajukan usul perubahan pekerjaan dan rencana kerja.
f. Dalam kegiatan pengerjaan, pengawas konstruksi :
1) memberi keputusan terhadap usulan untuk melaksanakan bagian kegiatan pekerjaan dari
pelaksana konstruksi.
2) memberi pendapat terhadap permintaan perubahan pekerjaan dan atau rencana kerja
pelaksanaan dari pengguna jasa.
3) memberi pendapat kepada pengguna jasa atau memberi keputusan berdasar kewenangan dari
pengguna jasa, terhadap usulan perubahan pekerjaan dan atau rencana kerja pelaksanaan dari
pelaksana konstruksi.
4) memberi laporan hasil pengawasan setiap bagian kegiatan pekerjaan dan laporan akhir
pengawasan untuk mendapat persetujuan pengguna jasa.
5) memberi pendapat kepada pengguna jasa terhadap usulan penyerahan pertama kalinya hasil
akhir pekerjaan dari pelaksana konstruksi.
6) dapat menolak menerima hasil bagian kegiatan pekerjaan yang dilaksanakan tanpa mendapat
izin terlebih dahulu dari pengawas konstruksi.
7) dapat menolak menerima hasil bagian kegiatan pekerjaan yang tidak memenuhi ketentuan
kontrak kerja konstruksi dan atau rencana kerja yang telah disetujui pengguna jasa dan atau
pengawas konstruksi.
8) mengajukan usul perubahan rencana kerja pengawasan.
9) mendapat ganti rugi :
a) apabila pengguna jasa terlambat memberi keputusan terhadap laporan akhir pengawasan
dari pengawas konstruksi yang dapat mengakibatkan kerugian pada pengawas konstruksi;
b) apabila pengguna jasa terlambat dan atau tidak lengkap dan atau tidak akurat atau sama
sekali tidak memenuhi kewajibannya untuk menyerahkan fasilitas dan atau dokumen
yang dapat mengakibat-kan kerugian pada pengawas konstruksi;
c) akibat keterlambatan pembayaran (apabila diperjanjikan).
10) mendapat insentif apabila hasil akhir pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat (apabila
diperjanjikan).
g. Dalam kegiatan pengakhiran, pengguna jasa :
1) menyelesaikan klaim dari pelaksana konstruksi yang sudah diterima pengguna jasa selambatlambatnya
sebelum penyerahan kedua kalinya hasil akhir pekerjaan.
2) melakukan pembayaran akhir, termasuk membayar seluruh uang retensi (apabila uang retensi
belum dibayarkan), setelah menerima penyerahan kedua kalinya hasil akhir pekerjaan dan
atau setelah seluruh klaim dari pelaksana konstruksi diselesaikan.
3) melakukan pembayaran akhir kepada pengawas konstruksi setelah menerima laporan akhir
hasil pengawasan.
4) mengembalikan jaminan atas mutu hasil pekerjaan setelah menerima penyerahan kedua
kalinya hasil akhir pekerjaan dari pelaksana konstruksi (dalam hal diperjanjikan).
5) melepaskan jaminan pertanggungan terhadap jaminan kegagalan pekerjaan konstruksi setelah
menerima penyerahan kedua kalinya hasil akhir pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
6) melepaskan jaminan pertanggungan terhadap kegagalan bangunan pada akhir masa
pertanggungan.
7) dapat menolak penyerahan kedua kalinya hasil akhir pekerjaan dari pelaksana konstruksi
apabila hasil pekerjaan tidak sesuai dengan dokumen kontrak.
8) menggunakan uang retensi atau dalam hal diperjanjikan adanya jaminan atas mutu hasil
pekerjaan, menyita dan mencairkan jaminan untuk membiayai pemeliharaan hasil akhir
pekerjaan apabila pelaksana konstruksi tidak melaksanakan kewajibannya sesuai ketentuan
kontrak kerja konstruksi selama masa jaminan atas mutu hasil pekerjaan.
9) mendapat kompensasi sesuai ketentuan jaminan pertanggungan terhadap kegagalan bangunan
apabila terjadi kegagalan bangunan selama masa pertanggungan akibat kesalahan pelaksana
konstruksi.
h. Dalam kegiatan pengakhiran, pelaksana konstruksi :
1) melakukan pemeliharaan/penjagaan mutu terhadap hasil akhir pekerjaan selama masa jaminan
atas mutu hasil pekerjaan.
2) menyerahkan untuk kedua kalinya hasil akhir pekerjaan disertai dokumen kelengkapannya
setelah selesai masa pemeliharaan untuk mendapat persetujuan dari pengguna jasa.
3) menyimpan dokumen yang berkaitan dengan proses pelaksanaan konstruksi sampai selesainya
masa pertanggungan.
4) mendapat ganti rugi apabila pengguna jasa menunda-nunda atau menghambat atau terlambat
menerima penyerahan kedua kalinya hasil akhir pekerjaan yang dapat mengakibatkan
kerugian pada pelaksana konstruksi.
5) mendapat ganti rugi apabila pengguna jasa menahan-nahan atau terlambat mengembalikan
jaminan atas mutu hasil pekerjaan dan atau jaminan pertanggungan terhadap kegagalan
bangunan yang dapat mengakibatkan kerugian pada pelaksana konstruksi.
i. Dalam kegiatan pengakhiran, pengawas konstruksi :
1) memberikan pendapat kepada pengguna jasa terhadap usulan penyerahan kedua kalinya hasil
akhir pekerjaan dari pelaksana konstruksi.
2) menyerahkan laporan akhir hasil pengawasan beserta dokumen yang berkaitan dengan proses
pengawasan konstruksi kepada pengguna jasa.
3) mendapat ganti rugi akibat keterlambatan pembayaran akhir (apabila diperjanjikan).
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Pekerjaan konstruksi dengan risiko tinggi mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya berisiko
sangat membahayakan keselamatan umum, harta benda, jiwa manusia, dan lingkungan.
Ayat (2)
Pekerjaan konstruksi dengan risiko sedang mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya dapat
berisiko membahayakan keselamatan umum, harta benda, dan jiwa manusia.
Ayat (3)
Pekerjaan konstruksi dengan risiko kecil mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya tidak
membahayakan keselamatan umum dan harta benda.
Pasal 27
Ayat (1)
Dalam pekerjaan konstruksi tertentu, perencana konstruksi dapat menunjuk sub perencana yang
mempunyai keahlian khusus setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari pengguna jasa.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Dalam pekerjaan konstruksi tertentu, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi dapat menunjuk sub
pelaksana dan sub pengawas yang mempunyai keahlian khusus setelah terlebih dahulu mendapat
persetujuan dari pengguna jasa.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan pekerjaan tertentu yang memerlukan uji coba antara lain : bendungan oleh instansi
yang membidangi pengairan, pembangkit listrik oleh instansi yang membidangi energi dan nuklir oleh
instansi yang membidangi kenukliran.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini tidak termasuk keselamatan dan kesehatan kerja di bidang tertentu yang secara khusus telah
diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.
Pasal 31
Kegagalan pekerjaan konstruksi terjadi selama pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Untuk keamanan dan keselamatan umum, Pemerintah dapat mengambil tindakan antara lain :
a. Menghentikan sementara pekerjaan konstruksi;
b. Meneruskan pekerjaan dengan persyaratan tertentu; atau
c. Menghentikan sebagian pekerjaan.
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan untuk perencana konstruksi mengikuti kaidah teknik
perencanaan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. selama masa tanggungan atas kegagalan bangunan di bawah 10 (sepuluh) tahun berlaku ketentuan
sanksi profesi dan ganti rugi;
b. untuk kegagalan bangunan lewat dari masa tanggungan dikenakan ketentuan sanksi profesi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Yang dimaksud penilai ahli adalah penilai ahli di bidang konstruksi.
Penilai ahli terdiri dari orang perseorangan, atau kelompok orang atau badan usaha yang disepakati para
pihak, yang bersifat independen dan mampu memberikan penilaian secara obyektif dan profesional.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Sama dengan penjelasan Pasal 33
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Perencana konstruksi dibebaskan dari tanggung jawab atas kegagalan bangunan sebagai akibat dari rencana
yang diubah pengguna jasa dan atau pelaksana konstruksi tanpa persetujuan tertulis dari perencana
konstruksi.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Untuk perencana konstruksi, lama waktu menyimpan dan memelihara dokumen pelaksanaan konstruksi
mengikuti ketentuan sesuai penjelasan Pasal 35 ayat (1).
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bentuk fisik lain dari hasil pekerjaan konstruksi adalah hasil pekerjaan konstruksi
yang berupa dokumen studi kelayakan, dokumen perencanaan teknik, gambar rencana, dokumen
pengawasan teknik/supervisi, tata ruang dalam (interior design), tata ruang luar (exterior design),
penghancuran bangunan (demolition), dan pemeliharaan.
Kegagalan bentuk fisik lain adalah keadaan hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis
dalam dokumen kontrak kerja konstruksi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3956

Tidak ada komentar: